Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dunia Markesot

6 Juni 2023   08:59 Diperbarui: 6 Juni 2023   09:20 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya menyebutnya tokoh setiap zaman. Itulah Markesot. Ia hanya tokoh imajiner dalam esai esai Emha (Cak Nun) yang populer hampir tiga dekade ke belakang. Utuk edisi terkini sudah muncul judul Buku Siapa Sebenarnya Markesot? (2019, Mizan dan Bentang).

Para penyuka esai emha dan pendekatan kultural emha pastilah tak melewatkan si Markesot. Tepatnya Buku Markesot Bertutur.

Kadang saya mengira bahwa Markesot itu adalah Cak Nun sendiri. Representatif dirinya. Walau tentu ia juga mungkin tidak ingin disebut begitu.

Baca juga: Politik Markesot

Istilah lainnya, Markesot adalah bagian dari sistem harmoni tata kehidupan dan daya sosial kita. Ia menampilkan watak orang kita (Indonesia dengan simbolisme Perwayangan Jawa) yang apa adanya dan menyerap semua daya konsep pembangunan.

Markesot selalu memaknai setiap peristiwa sosialnya dan melihatnya sebagai suatu bentuk eksistensi kekhalifahan diri di buka bumi.

Maka nilai nilai idealisme Markesot dalam jejak esai Cak Nun tadi masih sekalu relevan. Walaupun figur imajiner Markesot dan karakternya sudah old, namun kenyataan dan kepahitan sosial kita masih sama. Gaya dan politik - ekonomi kita masih sama.

Artinya dalam kaca mata kebudayaan Markesot, kepemimpinan pembangunan kita tidak setimbang dan tidak bergerak maju. Tidak memberikan radius perubahan yang menguatkan posisi (warga) Indonesia di mata dunia.

Sehingga moda figur Markesot agaknya akan menjadi suatu tarikat (Cak Nun) untuk mencapai keotentikan kita dan bagaimana kita terus berproses mencari kebenaran dengan rindu dan khusuk.

Maka selanjutnya pengejawantahan dunia Markesot itu sekarang sedang dimobilisir (tanpa dimobilisir istilah Emha) dalam progress kyai Kanjeng dan jamaah Maiyahan Emha,  kenduri cinta ini mendapat penerimaan sangat tinggi di masyarakatnya, yang mencerminkan wajah multikultural Indonesia dengan sengala kenyataannya kini dan kemarin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun