Di manakah kota sejarah yang menyimpan kenangan? Pikiran pikiran menjadi jembatan. Pertanyaan pertanyaan  mungkin jadi hutan dan semak belukar akan mudah terbakar. Mungkin saja akal menjadi sakit.
Sekolah sekolah dibuka dengan pertanyaan tertutup. Kota kota mengungkap kebenaran materialistik. Dan orang orang mulai meragukan. Katamu, disorientasi. Proyeksi nihilisme modern. Manusia pasca industri. Homodigital.
Pikiran pikiran yang mungkin menjadi tuhan. Bertubuh pada perjalanan dirinya sendiri. Aku tahu alkindi dan ibnu sina atau si guru kedua al farabi yang membuka cahaya pada eropa, bahkan sebelum descartes lahir.
Oh....di manakah kota sejarah yang menyimpan kenangan? Pikiran pikiran  menjadi buku dan kehidupan baru yang menenteramkan, tanpa pergumulan dan persaingan.
Dan akal hanyalah lahan olahan dengan kesadaran atau pengalaman untuk menemukan hakikat kebenaran yang Satu. Seperti mencari satu tirik pada gedung pencakar langit. Â engkau tentu membutuhkan buku panduan dan bukan semata pertimbangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H