Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menulislah untuk Mengaktifkan Pikiran yang Autentik!

8 Maret 2023   00:58 Diperbarui: 8 Maret 2023   08:08 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Menulis adalah wacana peradaban. Bahkan telah menjadi bagian dari peradaban itu sendiri.

Semua sejarah dimulai dari menulis. Dimulai dari tulisan. Itulah sebabnya ada Kitab Suci. Ia sebagai panduan dasar yang asli, sebelum sebagiannya diubah atau direduksi sesuka hati.

Kita membutuhkan kemampuan menulis bukan karena faktor skolastik semata. Namun lebih dari itu, semua rangkaian dan tautan informasi hanya dapat disentuh lewat tulisan atau gambar dan video. 

Bahkan tulisan tetap menjadi bakal utama segala narasi kebudayaan. Dalam dunia industri, mungkin tulisan telah dikapitasi dalam ragam bentuk dan tujuan materialisme. 

Tulisan tadi beralih rupa dari sekadar ekspresi, lalu menjadi  jembatan pembujuk yang paling halus dan juga mungkin sadis.

Semua berlaku sesuai pengalaman si penulisnya. Semua Interaksinya dengan metakognisi pikiran dan sumberdaya lingkungan akan memengaruhi karya penulis.

Dari sini kita mungkin bisa membedakan mana yang betul betul dianggap sebagai ajaran murni dan sejalan dengan fitrah akal kehidupan. Atau  kita bisa membedakan  karya karya yang hidup dari pikiran yang sehat dan utuh

Semua akan tampak. Apakah tulisan itu berupa kehampaan semata atau berisi kekuatan dan kesadaran. Tulisan itu akan mengikat kita secara kosmik. 

Dalam praktik secara individual, menulis sebenarnya  bisa merawat pikiran agar tetap otentik. Pikiran subjektif. 

Baca juga: Hati dan Pikiran

Namun subjektifitas itu yang tidak otonom. Karena pikiran pikiran itu bergerak bebas sesuai hembusan pengalaman dan perseepsi persepsi.

Maka di sini, akal tidak bisa melampaui Wahyu. Akal mesti tunduk pada skala tertentu, sebagaimana mata yang juga terbatas. Ada aksioma aksioma yang tersembunyi di balik realitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun