===
Nilai puisi itu ditentukan awalnya oleh segenap potensi dan daya si penyair dalam mencipta puisi. Intensitas dan pergulatannya dengan karya itu akan berdampak positif.
Walau lazim dikenal bahwa masyarakat akan menentukan pilihannya terhadap puisi dan waktu yang menjawab, tapi pengalaman dan kualitas daya si penyair akan menjadi corak dari puisi puisinya.
Maka setiap zaman dengan coraknya akan membentuk sebagian nilai hidup penyair yang memengaruhi karyanya.
Katakanlah, Â Chairil Anwar dengan konsep modern dalam puisinya, Â dan Rendra dengan daya gugah-kritiknya, Â serta Sutardji dengan pencarian yang ekstrim, atau Sapardi dalam kesederhaan narasi yang menghidupkan impresi.
Apa kata Eyang Sapardi tentang perjalanan puisi puisinya? Â 20 tahun yang sunyi katanya, dalam rentang yang panjang itu, secara materil hanya kerugian: kertas, Â tinta, Â waktu, buku buku dst.
Namun puisi yang dinamis telah menjadi daya hidup dan bentuk kreasi setiap karyanya. begitupun penyair lainnya, Â juga penyair yang datang kemudian.
Semua mesti dapat mewujudkan nilai puisi yang dinamis, elegan dan tidak jauh dari realitas yang tampak (kepincangan masyarakat, budaya modern dan perubahan sosial kita).
Tentu tanpa menghilangkan hakikat puisi itu sebagai karya sastra yang relatif otonom.
Maka puisi puisi yang dinamis itu akan memberi andil dalam daya ungkap baru, penghayatan yan baru dan cara memandang masalah di sekitar kita.
Puisi puisi yang dicipta bukan sekadar hiburan, Â tapi juga memberi tawaran perspektif: membantu khalayak untuk lebih bahagia, manusiawi dan selaras dengan keindahan/kebenaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H