Inspirasi dan Spirit Dari Bapak Para Nabi
===
"sungguh telah ada suri teladan yang baik pada Ibrahim dan orang orang yang mengikutinya dengan lurus,.. " Alquran:surat Almumtahanah.Â
Bagi kaum muslimin  yang sedang berada di bulan haji, tentu sangat rugi bila tak mengulas sosok Nabi Ibrahim AS.
Beliau termasuk Nabi Ulul-azmi karena perjuangan dakwahnya yang berat. Dia juga bergelar Bapak para Nabi. Dari sulbinya risalah kenabian berlanjut hingga ke Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi.
Bahkan dari do'a Nabi Ibrahim pula yang menjadi perantara terbangunnya masyarakat Arab dan berkembangnya Makkah sekarang ini.
Di samping itu, Â dalam literasi Yahudi dan Nasranipun diakui bahwa Nabi Ibrahim adalah figur yang sangat sentral.
===
Selaku Bapak Para Nabi, Â ada beberapa nilai spirit dari Nabi Ibrahim yang dapat kita praktikkan dalam keseharian.
Kita ambil kata spirit karena sering digunakan untuk makna sikap rohani dan ruhiyyah.
Ini urgen karena spiritualitas tadi semakin dibutuhkan di tengah kehidupan masyarakat kita yang condong materialistik.
Maka sangat baik  bila kita dapat menggali beberapa nilai spirit dalam perjalanan Nabi Ibrahim.
Tanpa mengesampingkan betapa ia juga cerdas secara kognitif dan kuat secara fisik ataupun kuat ekonomi dengan puluhan ribu ternaknya. Nilai spirit itu antara lain:
Pertama, Rasa ketuhanan.
Rasa ini selalu memenuhi ruang hati Nabi Ibrahim, hingga ada dialog romantis antar ia dan Tuhannya: Tunjukkan padaku bagaimana Engkau Menghidupkan yang mati? Jawab Allah: Apakah engkau belum percaya?. Nabi Ibrahim menjawab: hanya untuk menenangkan hati, hanya untuk tahu saja dan lebih mantap hatiku.
Rasa ini pula yang memberi ia kekuatan untuk rela dibakar", tetapi Allah menolongnya, tentu karena keihlasannya dalam bertuhan.
Dengan sikap ini pula ia berpindah(hijrah) dari Iraq ke Palestina, lalu ke Makkah yang tandus yang jaraknya hingga 2000an Km.
Kita pahami bersama bahwa rasa ketuhanan Nabi Ibrahim bukan rasa yang wwgombal atau palsu, tetapi rasa bertuhan yang ikhlas penuh sikap tunduk dan dan rela berkorban serta menyesuaikan diri dengan perintah dan larangan.
Atas sikap ini pula Nabi Ibrahim diuji dengan perintah untuk menyembelih anaknya, yang memang akan ia lakukan dan anaknya pun juga ikhlas penuh sabar.
Hingga Allah menggantinya dengan kibas, karena Allah tahu Nabi Ibrahim bakal betul-betul menyembelih anaknya.
Lantas tradisi menyembelih hewan qurban (dalam rangka dekat ke Allah) menjadi ritus tahunan ummat muslim.
Kedua, mengadu (awwah) kepada Allah.
Sikap mengaduh ini bukanlah sikap yang cengeng sebagai hamba, tetapi sebagai sikap keterikatan diri akan Tuhan.
Dari sikap ini akan muncul percaya diri, keberanian dan ilham bagi manusia biasa" seperti kita.
Sikap inilah yang membuat nabi Ibrahim rela menanti waktu yang panjang (hingga usia 80-an tahun) dalam menunggu kehadiran anaknya.Â
Penantiannya pun dijawab Allah dengan garansi bahwa diantara mereka banyak yang menjadi Nabi pula.
Sikap awwah beliau ini seiring dengan sikapnya yang penuh kasih sayang, yaitu mengharap seluruh kebaikan untuk ummatnya, menjadikannya memiliki visi untuk perkembangan peradaban manusia di bumi Allah.
Ketiga, Munajatnya yang khusuk
Sebagian kita mungkin mengeluh karena doa yang tak' terkabul, padahal Allah mendengar doa tersebut dan mencatatnya sebagai kebaikan.
munajat nabi Ibarahim yang khusuk dan doa-doanya yang lengkap telah menjadi nyata di dunia.
Diantara doanya adalah, meminta Makkah yang tandus menjadi kota yang terbaik dan diberkahi.
Pada waktu lain ia juga meminta agar selalu bisa menegakkan shalat demikian juga keturunannya. Â
Demikianlah sekelumit nilai spirit Nabi Ibrahim yang bisa menjadi inspirasi agar batin kita terasah dalam menjalankan kehidupan.
===
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H