Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Esensi Tafakkur

19 Januari 2022   21:38 Diperbarui: 19 Januari 2022   23:13 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Jam pasir. Dok. Kompas. Humaniora Tafakkur. Kompasiana

Dari beberapa catatan literal yang penulis kumpulkan,  tafakkur merupakan satu pola metoda yang sengaja dirancang oleh Allah swt  dalam mencapai kualitas dan aktualisasi potensi manusia lewat pendidikan.

Tafakkur dirancang secara intruksional, lewat wahyu pertama ke Nabi Muhammad saw, dalam FirmanNya : Iqra'.... 

dan secara kondisional terpaut pada realitas tertentu lewat kajian ayat ayat semesta: sejarah,  penciptaan manusia, pergantian waktu dan musim,   warna kulit dan bahasa manusia, dst

Sehingga seorang yang menempuhnya akan menaiki level  kognisi dan kesadaran tertentu. Seperti makna firmanNya : dan dalam diri sendiri,  apakah kamu tidak memerhatikan dengan teliti?

Esensi dan  aspek tafakkur yang paling mashur,  disebutkan dalam surat Ali Imran (190-192), yang secara prinsipil sebagai sarat pencerahan mental dan intelektual (ulul albab).

Kualitas ulul albab, dalam idealita pendidikan Islam,  hanya dapat dilampaui dengan tafakkur (didahului oleh tazakkur, zikir,  mengingat Allah dalam kondisi apapun).

Maka tafakkur menjadi rangkaian stimulasi semua kualitas inderawi (menghidupkan batin)  untuk mencerna gejala/ peristiwa semesta secara kontinyu dan terencana sesuai tahapan pendidikan yang dimaksud.

Hal itu bisa tersaji dalam teks ataupun kejadian kejadian sosial yang dicerdasi pada ranah pembelajaran, yang sekarang identik dengan pendekatan saintifik.

Namun,  yang menjadi pembeda: puncak gairah tafakkur dalam idealita pendidikan Islam adalah kesadaran akan Kekuasaan Allah,  KesucianNya dan terhindar dari AzabNya, bukan semata mencapai kesimpulan sains dan penemuan-teknologi semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun