Narasi Musafir dan Musibah Kota
*****
musafir menuju akhir
sebab perjalanan mesti berakhir
perlahan sejak pagi yang mampir
sampai ke sini
semakin tepi
ke paling pinggir
pinggiran lembaran waktu.
setelah siang yang gaduh
dan gagah
kini langkah
mulai dikemas lagi
menepis jelajah gegabah
menempa safar
yang lebih khusuk
mencari telaga
di taman teduh
agar tampak
kelusuhan jiwa.
musafir membaca
musibah kota
dan keaslian desa desa
yang ia singgahi.
pada pabrik pabrik
dan kawasan industri
ia punya campuran manis dan pahit.
sungguh tiada yang sanggup
menyanggah pekatnya kota
oleh asap, keriuhan dan kilauan
yang melenakan.
pada sungai sungai yang menjalar
bersama akar akar pohon liar
Si musafir menatap kesangsian
dari keangkuhan modernisme
dan industrialisasi.
(jelajahi di Instalasi Kota :https://www.kompasiana.com/taufiqsentana9808/6196684cc26b773d610368e2/instalasi-kota-2 )
eksplorasi bersanding konservasi
hanya hiasan berlapis kapital
demikian juga dana dana CSR,
takkan menutupi dampak buruk lingkungan. asap hitam.pergaulan bebas.minuman keras.perjudian
dst, sejalan dengan pergeseran pergeseran sektor kerja oleh
pabrikisasi, dan rumitnya mencerna nilai nilai lokal.
sang musafir seperti terdampar
di hamparan kelemahan
dan pemahamannya sendiri.
narasinya membentur tiang tiang menara optik dan gaduh politik
yang sulit diredam.
namun baginya, yang berat adalah berpihak pada keadilan dan menggoyang srtrukturasi "pemiskinan,
struktur yang membuai kita hingga tergantung dan lemah, lalu jatuh dan kalah.
Sementara itu asap asap industri terus menebal dan tepian laut jadi hitam oleh limbah, dan sungai sungai membusuk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H