Ketika kita lahir dalam keadaan menangis, orang orang di sekitar kita justeru tersenyum gembira. Lalu kelak, harapan kita, orang orang sekitar kita pula yang menangis sebab kepergian (kematian) kita. Begitu potongan kalimat syair yang mashur di kalangan anak pondok.
Menangis tidak selalu berindikasi derita dan kesakitan. Menangis bisa menjadi medium perjalanan diri untuk sampai pada maqam tertentu. Diriwayatkan pula bahwa mata yang menangis karena Allah disebut sebagai mata yang diselamatkan dari azab akhirat.
Menangislah walau sesaat, setelah kegembiraan tampak dan begitu istimewa. Butuhlah akan menangis, sebagaimana kita butuh gembira dan bahagia. Sebab menangispun bisa menjadi jembatan bahagia. Sungguh, Dialah Allah SWT Dzat yang Menjadikan kita tertawa atau menangis.
Pun menangis bisa membawa kita ke pintu khusuk dan rendah hati, selama itu tidak kita pamerkan. Menangislah di sela waktu yang baik dan mungkin. Dalam keadaan ini, kita juga boleh " pura pura" menangis. Semisal saat shalat, berdoa dan membaca Alquran.
Menangislah, dan biasakan latihan menangis. Walau ini tidak populer, Â di tengah kebutuhan kita yang besar untuk gembira. Tapi menangislah, bisa saja tangisan itu menyelamatkan kita kelak. Meringankan hisab kita dan mendatangkan haruman surga.
Dalam surat Ar Ra'du ayat 21, difirmankan bahwa indikasi kemurnian akal (Ulil Al-Bab) adalah rasa takut yang sangat akan hisab yang buruk di hari kiamat/mahsyar.Â
Bayangkan diri yang dihisab dengan hisab yang buruk itu, ditarik ke tepi neraka atau terseok seok ke tepi shirath, tanpa ada yang menolong, kecuali Rahmat Allah dan syafaat Nabi Mulia kita : Menangislah untuk settik cahaya di saat itu!.[]
*Pegiat literasi sosial dan dakwah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H