Pernah disebutkan bahkan memandang langit bisa menjadi penawar jiwa: menepis sedih, memperluas perspektif dan membangun keinsyafan.
Memandang langit tidak sama dengan memandang gunung dan lautan. Pada referensi yang lain disebutkan bahwa memandang lautan luas lebih memperkaya jiwa dibanding memandang gunung. Sebab gunung tak menyembunyikan rahasia lagi bila kita sampai pada puncaknya. Sedang laut, lebih memiliki banyak lapisan rahasia, baik di dalamnya ataupun di ujung horizon, lagi pula, di sebelah sana ada ratusan pulau dan cerita yang belum terbaca.
Tentu akan lebih takjub bila kita dapat menikmati rasa memandang langit. Rasa itu bisa berupa sentuhan sains, spiritualitas dan sisi emosionil.Â
Saat kita memandang langit, tergambar sosok diri yang berupa mikro kosmos, hanyalah setitik pasir di keluasan "hamparan pantai" semesta.
Dan betapa sibuknya kita berlomba guna menerjemahkan waktu, sementara setiap elemen langit selalu bekerja sesuai Titah Pencipta. Hingga sampai ke batas muntaha, gerbang keagunganNya.
Pandanglah langit!, Â ia membawa diri insyaf untuk rendah hati, bagai bintang bintang tinggi yang tampak rendah di atas air kolam.
Pandanglah langit, bagaimana ia bisa tegak kokoh tanpa tiang!  Bagaimana langit itu diluaskan. Bagi setiap lapisan langit ada perhiasan  yang  sedap di pandang mata. Sedang suatu hari nanti, kesemuanya akan runtuh berhamburan:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI