Seakan jari jari maut begitu tajam
dan kejam. Mencengkeram, merenggut dan memisahkan. Yang tersisa adalah ketidak-berdayaan, pasrah dan harapan harapan.
Puncak peradaban kita bagai monolog panjang dalam sunyi-kelam. Diantara wabah, kita semakin asing dan kosong, atau tampak bodoh dalam membaca gejala dan mengeja tanda tanda.
Telah berlalu di tengah kita beberapa wabah, pandemi, sebagian lagi tersebar dalam siklus alam. Padahal ini bukan semata siapa yang terkuat.
Diantara wabah ini, pengetahuan dan kesadaran kita terbelah. Kita seakan menyusun kerangka baru dalam menerjemahkan hidup
dan mempelajari pola pola baru
tentang esok.
Sedang di sisi lain,
pertempuran dan persekongkolan
seakan merambah. Hegemoni dan kolonisasi merambat ke celah celah tanah negeri, seakan ia wabah baru yang akan mengepung kita:
Atau apakah kita mesti selalu "membiasakan diri saja dan seakan tak pernah terjadi apapun?"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI