Mohon tunggu...
Taufiq Sentana
Taufiq Sentana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan sosial budaya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi pendidikan Islam. peneliti independen studi sosial-budaya dan kreativitas.menetap di Aceh Barat

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dunia Tidak Sepenuhnya Hina, Nikmatilah Seperlunya

3 Agustus 2021   17:13 Diperbarui: 3 Agustus 2021   17:19 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Cara terburuk menikmati dunia adalah dengan menjadikan dunia sebagai  pusat keinginan kita. Demikian kata sebagian guru. Sikap ini mendorong seseorang menghabiskan waktunya hanya untuk kepentingan perut dan hawa nafsu kesenangan.

Banyak ulama yang tidak mengingkari dunia, dalam arti, mereka mengambil dari dunia seperlu saja. Adapun yang dimilikinya ia keluarkan untuk keperluan orang banyak. Bahkan, dalam Risalah Qusyairiyah, sering disebutkan bahwa para ulama itu memilki pembantu, terkadang pembantu itu dibebaskan oleh karena kesalahannya, bukan dihukum. Ini menunjukkan sikap kemurahan hati dan kelapangan jiwa.

Inilah makna zuhud sebenarnya, bahwa kita tidak terlena oleh kepemilikan dan kita pun tidak hina karena ketidakpunyaan.

Sungguh, kehidupan dunia dan kota yang sibuk telah melalaikan kita dari makna utama dunia. Padahal bisa jadi, kelalaian kita itu karena kebodohan diri dan kesombongan untuk terus belajar. Kesibukan dan kepentingan hidup telah merusak cara kita membuat prioritas dan memilah hal yang utama.

Padahal, bagian dari dunia adalah makan dan pakai.Bila kita telah menyesuaikan porsinya untuk diri kita, maka kita bisa berbagi dalam menikmatinya. Bisa lewat infaq dan wakaf atau lembaga lembaga pendidikan yang menjanjikan "pahala mengalir" bagi siapa yang melakukannya.

Itulah cara menikmati dunia.Mengambil seperlunya dan tidak menguasai hati kita. Nyatalah bahwa kita hanya musafir di tandus dunia, berteduh sesaat dan melanjutlan perjalanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun