Pada mulanya ia makna, khidmat dan perjuangan. Pada mulanya ia syukur dan gembira. Pada mulanya ia persaksian kekuatan untuk menata jalan kemajuan dan bersanding dengan negara negara besar.
Pada mulanya
hanya pada mulanya,
dan sampai pada kita
setelah puluhan tahun
dengan cerita cerita yang bias,
antara keadilan dan kesempatan
antara distribusi kesejahteraan dan kemandirian bangsa.
Pada akhirnya kini
kita masih memetakan kembali
setidaknya sampai tahun 2035 atau 2045, tentang posisi kita, tentang cerita kita hari ini yang diceritakan esok: Bukan cerita cerita yang hanya menguap dan tidak menjadi hujan.
Lupakanlah cerita seremonial itu yang kaku. Lupakan lomba makan kerupuk, lomba saling pukul bantal di atas kolam. Lupakan lari karung, lomba membawa kelereng dengan sendok (kita sebut nilai lokal?)
Lupakan, walau itu satu kesenangan, namun apa yang kita dapat setelah itu?
Ya..himpitan struktural, arus gaya hidup, persaingan, monopoli, kapitalisasi, semuanya menyesak di dada anak negeri, melibas lini pendidikan, birokrasi dan lembaga lembaga kita yang beradab.
Terus, pada mulanya nanti,
apa yang akan menjadi awal cerita tentang kita hari in dalam merayakan Agustusan?
Apakah masih dengan panjat pinang dengan hadiah sekotak mie instan.
Oh!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H