Teknik  Kreatif pada Puisi, suatu Pendekatan Proses
Pendekatan ini kita ambil dari sudut pandang bagaimana puisi itu tercipta. Bukan saat puisi itu dinikmati oleh khalayak. Teknik puisi dimaksudkan untuk pranalar dalam proses puisi sehingga menjadi karya autentik dan relevan. Diharapkan agar teknik puisi menjadi bagian dari memasyakatkan Puisi itu sendiri.
Kita melihat bahwa selalu ada even yang berisi kegiatan berpuisi, membaca, menulis dan mementaskannya, termasuk mengangkatnya ke layar lebar. Namun demikian, indikasi literasi dan animo masyarakat terhadap puisi masih di bawah lagu lagu pop, novel dan drama Korea.
Begitulah...mungkin disebabkan paradigma budaya saja, atau karena upaya untuk mengakrabkan puisi masih rendah, sehingga puisi dianggap kualitas angin dan teramat ekslusif. Maka sangat sedikit buku puisi baru yang laris, kecuali beberapa yg sudah populer.
Dalam hal teknik puisi, Â Herman J Waluyo, menggarisbawahi bahwa puisi sangat bergantung pada kata dan pemilihan diksi. Penulis menyebutnya Teknik Bahasa. Disini puisi bersumber dari wujud pengkonsentrasian kata dengan beragam aspek, latar dan gayanya. Bahkan dalam puisi yang paling simpel: "aku ingin sekali menggambar wajah hujan..."(Taufik Sentana).
Selanjutnya yang menjadi teknik puisi adalah, Teknik Kreasi. Dalam poin ini merangkum cara pandang dan pengalaman si penyair, serta segala upaya untuk membangun idiom baru, makna baru dan struktur metafor yang semaksimal mungkin. Disini, Eyang Sapardi Alm, sangat menekankan metafor sebagai puncak ungkap puisi dan daya kreatifnya yang elegan. Pada bagian ini pula jasa besar seorang penyair terhadap perkembangan bahasa.
Adapun yang ketiga, setelah teknik bahasa dan kreasi, adalah Teknik Daya Ubah. Termasuk disini, seberapa lama puisi  dapat bertahan dan seberapa besar dampaknya bagi lingkungan pribadi dan sosial penyair. Teknik ini tidak semata karena keberuntungan, sebab waktu merupakan penyeleksi yang paling jujur.
Teknik ini tidak hanya karena faktor pengalaman dan bahasa si penyair tadi, juga prihal komitmen dan tanggung jawab serta visi si penyair terhadap karyanya. Sebagaimana Emha Ainun Nadjib yang fokus pada puisi sebelum pada esai dan relasi kegiatan lainnya.
Hal ini sejalan pula dengan puisi Chairi Anwar, yang sekitar 70an puisi, namun cukup mewakili diri, visi dan zamannya sehingga ia selalu relevan dan memiliki daya ubah yang tinggi, demikian juga beberapa puisi dari Rendra, Afrizal Malna atau Fikar W Eda Aceh dengan puisinya terbuka, dan lantang.
Dengan memahami teknik ini, puisi akan bertahan dengan konsekuensinya dan akan menemukan sejarahnya sendiri, dengan tetap mencermati arus zaman yang terus berubah dengan cepat.
Dengan teknik ini pula, setiap orang yang berminat pada puisi dapat bereksppresi dan membangun medium ungkapnya untuk menemui khalayak.