Mohon tunggu...
Taufiq Nugroho
Taufiq Nugroho Mohon Tunggu... -

hompimpa alaium gambreng...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Balada Maling Kambing

18 Juni 2012   07:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:50 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13400032932133344424

[caption id="attachment_188815" align="alignleft" width="300" caption="kambingkelir.wordpress.com"][/caption] “Ayo Mat, kita curi saja satu kambing Pak Lurah itu”

Sesaat Somat pun kaget dengan ide gila karibnya itu, tapi sepertinya ia tergoda juga. Gelapnya langit malam dipedalaman kampung yang terlalu sering mengalami pemadaman listrik itu rupanya menggelapkan pikirannya juga. Keadaan sedang susah. Gaji sebagai tukang kebun sekaligus mengurus ternak Pak Lurah memang bisa dibilang pas-pasan. Anaknya sebentar lagi masuk sekolah, tentu butuh biaya yang tidak sedikit. Sekolah gratis santer disuarakan pemerintah, tapi kenyataannya orang tua tetap harus keluar ongkos. Uang seragam lah, uang gedung lah, padahal sejak Somat kena DO sampai sekarang anaknya mau masuk SD-pun gedungnya ya itu-itu saja. Nyaris tak ada perubahan, kecuali penambahan tiga tiang beton di gedung perpustakaan yang mulai miring.

Dibyo pun meyakinkan teman sejawatnya. Ia paham betul watak Somat yang selalu mudah dipengaruhi. Kambing Pak Lurah memang terlalu banyak, dan kesibukan beliau tak mungkin menyisakan waktu buat kambing-kambingnya.

***

Sosok kurus kering bermata cekung itu memang paling bisa mempengaruhi orang. Wajah pucat, dan kretek murahan yang selalu mengepul dari sela-sela kuning hitamnya gigi mencerminkan cadasnya hidup yang ia hadapi. Dibyo memang sedang ditimpa musibah, istrinya divonis Demam Berdarah dan harus dirawat di Rumah Sakit. Kondisi Pak Lurah yang semakin kaya seiring dilaksanakannya program e-KTP membuat kemiskinan Dibyo terasa semakin menyiksa. " Pak Lurah kok makin kaya aja ya, jadi Lurah itu gajinya berapa to Mat ?", pertanyaan yang lebih menunjukkan nada iri itu tiba-tiba meluncur dari mulutnya yang nampak tersiksa oleh asap rokok.

"Ndak tau Byo. Ndak ngefek juga sama upahku, tetep segini-segini aja. Tapi ya gimana ndak kaya, orang kalo dipinjemin uang aja pelitnya ndak ketulungan gitu".

"Yaudah, kita curi aja kambingnya. Tenaaang… ntar aku yang njual. Kamu tinggal terima bersih aja, bagi hasil kita, hehe... Gimana ?"

"Wah, kalau ketahuan bisa gawat nanti Byo. Udah ilang kerjaan, masuk penjara lagi. .. Apa ndak lebih susah anak istriku nanti”. Kegugupan Somat tak bisa disembunyikan. Dahinya mengkerut akibat pertempuran malaikat dan setan dalam otaknya, dan ulah mereka hanya menghasilkan keringat dingin disekujur tubuh.

"Ini kesempatan Mat, apa kamu tega ngliat anakmu ndak sekolah. Mau jadi apa dia nanti ?"

"Penjara Byo... Huuuhh, ngeri aku"

"Whallaaaahh.... kamu tau kasusnya Gayus Tambunan kan?. Rekeningnya itu sekitar 25 miliar, belum termasuk uang asing dan perhiasannya. Dan dia itu cuma dihukum 6 tahun penjara".

"Lha trus apa hubungannya sama kambing Pak Lurah Byo ?"

"Ah, payah kamu Mat !!. Kalo 25 miliar saja hukumannya 6 tahun, berarti kalo nyolong 1 juta kita kena hukuman 2 jam 6 menit. Kambing Pak Lurah itu paling banter cuma laku 800 ribu, jadi nanti kita mendekam dipenjara kurang dari 2 jam, itupun kalo ketahuan". Dengan mantap Dibyo berargumen, kali ini matanya melotot berapi-api.

“Hehehe… memangnya ada hukuman penjara 2 jam ?”

“Hmm… Dibilangin malah ngeyel!!. Bahasa hukum itu memang sulit dipahami orang bodoh Mat. Makanya sekolahin anakmu, biar ndak kaya bapaknya” Dengan sesekali menarik kebawah ujung bibirnya, penjelasan Dibyo makin serius. "Lagian Pak Lurah kan percaya banget sama kamu Mat, ndak mungkin ketahuan lah..., dan yang pasti anakmu bisa masuk sekolah".

***

Somat dan Dibyo akhirnya mencuri satu kambing dan laku 700 ribu.

Akhirnya... anak Somat bisa masuk sekolah dan terbebas dari ancaman dikucilkan teman sebayanya. Istri Dibyo pun bisa menjalani rawat inap setelah ia bayar uang muka di Rumah Sakit Daerah terdekat dari kampungnya...

***

Somat dan Dibyo. Mereka terpaksa mencuri karena hak-haknya telah tercuri…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun