Mohon tunggu...
Taufik Ismed
Taufik Ismed Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat Komunikasi dan Sosial

Menulis adalah cara hadir dalam sejarah manusia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Muhammad dan Soekarno

20 November 2019   17:29 Diperbarui: 20 November 2019   17:57 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Geram juga mendengar pidato putri Soekarno tersebut. Saat ia melempar pertanyaan kepada peserta tentang siapa yang lebih berjasa, apakah Nabi Muhammad SAW atau Soekarno?

Belum lupa diingatan kita, 2 April 2018 Sukmawati yang kini berusia 68 tahun tersebut memperbandingkan hijab dengan konde dan azan dengan kidung dalam puisi karyanya. Tapi kini ia melontarkan hal kontroversi lainnya.

Sebetulnya tak perlu mengadu antara Nabi Muhammad dengan Soekarno. Nabi Muhammad memang secara langsung tak bersentuhan fisik dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tapi ajaran Islam yang dibawanya telah merasuk dalam diri Bung Karno.

Ingat, Bung Karno muda pernah tinggal di kosan milik HOS Tjokroaminoto, pria yang digelari guru bangsa. Bersama tokoh bangsa lainnya, Bung Karno mengidolalan Tjokroaminoto yang merupakan tokoh Sarikat Islam. Sarikat Islam adalah organisasi nasional pertama di Nusantara beranggotakan berbagai kalangan di seluruh pelosok negeri, berbeda dengan Budi Utomo yang terdiri dari para priyayi.

Tjokroaminoto sangat mengagumi Nabi Muhammad. Ajaran Islam dari Nabi Muhammad itulah yang membakar semangatnya untuk berdakwah. Pidatonya pun memikat siapapun yang mendengarkannya. Termasuk Soekarno.

Pada potongan sejarah lainnya, Soekarno diasingkan ke Sumatra. Di Sumatra itulah sukarno bergabung dengan Muhammadiyah dan mengajar di sekolah Muhammadiyah. Bagi yang belum tahu, Muhammadiyah artinya pengikut Muhammad.

Maka diakui atau tidak, perjuangan Soekarno juga dipengaruhi oleh ajaran dan perjuangan Nabi Muhammad SAW. Walau dalam perjalanannya Soekarno tak selalu sepaham tokoh Islam. Seperti dalam hal bentuk negara, Soekarno menginginkan negara yang nasional-sekuler, bukan negara Islam walau mayoritas masyarakat Indonesia Islam. Juga saat diujung pemerintahannya, Soekarno lebih dekat dengan Partai Komunis Indonesia, bukan pada partai Islam.

Mengagumi salah satunya tak berarti menyingkirkan yang lain. Mengagumi Soekarno tak perlu menghilangkan pengaruh ajaran Nabi Muhammad. Apalagi kalau kekaguman itu hanya didasari soal keturunan biologis. Tak elok rasanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun