Beberapa hari lalu saya coba bertanya kepada nenek saya, tentang perkembangan Teknologi Informasi di tahun 1960-an. Beliau pada saat itu masih berumur belasan tahun dan tinggal di salah satu desa kecil yaitu desa Labora, Kabupaten Muna. Banyak sekali informasi-informasi baru yang saya dapatkan dari beliau. Sehingga dari hasil diskusi itu saya menjabarkan beberapa poin tentang persepsi manusia setelah dipengaruhi dengan Teknologi Informasi.
Yang pertama, teknologi informasi mengubah persepsi manusia tentang waktu. Misalnya dengan diciptakannya arloji. Dengan arloji, manusia jauh lebih respek terhadap waktu dan menjadi lebih ketat dalam memahami waktu. Berbeda misalnya dengan orang yang tidak menggunakan arloji, maka dia akan lebih santai dalam menghargai waktu.
Pada zaman dahulu  misalnya di perkampungan sebelum ada arloji, ketika ditanya mengenai waktu maka jawabannya akan menggunakan waktu ba'da isya, ba'da maghrib, atau waktu shalat lainnya. Tapi ketika arloji ini mulai ada maka jawabannya mulai berbuah dan dan jelas, Jam 7, Jam 9 dan ada ukuran waktu yang cukup jelas. Dengan demikian persepsi kita tentang waktu kemudian berubah di situ.
Lalu, dengan diciptakannya jam atau arloji ini, waktu menjadi bisa untuk di kuantifikasi atau di pilah-pilah menjadi 1 jam, 2 jam, 1 menit, 2 menit, 1 detik, 2 detik dan seterusnya. Dan ini jika di bayangkan lebih jauh lagi, manusia menjadi lebih berjarak dengan alam. Kalau dulu kita melihat waktu misalnya dengan matahari seperti jam 12 itu diperkirakan dengan matahari berada di atas kepala. Tetapi dengan adanya arloji, kita seolah-olah tidak lagi butuh dengan matahari itu untuk menentukan waktu.
Yang kedua, teknologi mengubah persepsi kita tentang ruang. Misalnya sebelum di ciptakannya teropong, kita dalam melihat ruang angkasa, menjadi berbeda. Â Sebelum teropong di ciptakan, Manusia melihat luar angkasa itu sebagai sesuatu yang angker atau mistik. Tapi setelah di ciptakannya teropong kita bisa melihat benda benda luar angkasa dengan jelas sebagai mana benda-benda biasa. Contoh lain misalnya peta, kita seolah-olah berada di atas dunia.
Yang ketiga adalah teknologi tulis berhasil mengubah persepsi manusia atas bahasa. Jadi sebelum tulisan-tulisan banyak di kembangkan melalui teknologi, baik melalui komputer atau melalui media percetakan, kita berkomunikasi secara lisan. Satu cerita itu di wariskan secara turun-temurun dan dari lisan ke lisan di mana hal itu masih menyiratkan konteks. Bercerita langsung di banding dengan bercerita melalui tulisan, bagi pendengarnya itu konteksnya berbeda. Â Kalau kita bercerita langsung kita bisa membuat gesture, kita bisa membuat mimik kita, sehingga bahasa yang kita sampaikan melalui Lisan memiliki makna yang lebih lengkap. Tetapi begitu dia masuk melalui tulisan, lewat buku misalnya, maka bahasa menjadi baku. Jadi seolah-olah bahasa itu seperti benda mati.
Ketika, kita melihat virus benda-benda kecil, hanya dengan mata telanjang di bandingkan dengan menggunakan kaca pembesar atau mikroskop, maka hal itu akan menghasilkan suatu pengetahuan yang berbeda. Kalau inspeksi kita menggunakan mata telanjang di sebut sebagai fenomenologi, maka inspeksi kita yang menggunakan teknologi itu di sebut sebagai post-fenomenologi. Perkembangan teknologi informasi membawa sebuah perubahan yang sangat pesat dalam masyarakat. Sehingga hal itu menjadikan pola perilaku masyarakat mengalami perkembangan baik dari segi budaya, etika dan norma yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H