Namun, meskipun dianggap baik, tetapi fakta yang terjadi adalah; pemanfataan tenaga matahari ternyata masih saja terkendala (di Indonesia). Tidak seperti yang diangan-angankan. Mengapa?Â
Salah satu sebabnya adalah: biayanya mahal. Dari beberapa informasi yang saya baca, untuk menghasilkan setiap 1 MWp, investor membutuhkan biaya tidak kurang dari Rp26 miliar (bahkan ada yang mengatakan USD 2.500.000 per MWp). Maka, jika kita ingin membangun PLTS yang memiliki kapasitas 10.000 MW saja, maka total biaya yang dibutuhkan adalah sekitar Rp260 triliun.
Apakah Rp260 triliun itu mahal? Jelas mahal. Dan, karena alasan inilah, maka, kita sampai hari ini masih saja bergantung kepada PLTU. Sebuah kenyataan yang tidak bisa kita bantah.
Beberapa orang mengemukakan pendapatnya bahwa industrialisasi itu harus ramah lingkungan - seperti yang ditulis Hara Nirankara, dalam artikel "Kesalahan Berpikir Masyarakat Pekerja di Indonesia".
 Ini bukan pendapat yang salah. Tetapi, sayangnya, sekali lagi, seperti saya tulis juga di bagian atas artikel ini, bahwa tak ada satu pun jenis industrialisasi yang mampu menyelesaikan tiga masalah ini sekaligus; murah, andal, dan ramah lingkungan. Ada satu industri yang murah dan andal, tetapi tidak ramah lingkungan. Sebaliknya, ada yang ramah lingkungan, tapi tidak murah dan tidak andal.
Akhirnya, suka atau tidak suka, kita memang harus memilih berdamai dengan industri yang menurut kita adalah yang terbaik- setidaknya menurut analisa berdasarkan kondisi saat ini. Begitu juga Tesla Elon Musk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H