Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merawat Harapan

3 Agustus 2020   17:47 Diperbarui: 3 Agustus 2020   18:58 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto Ilustrasi: by Pixabay.com

Masih saja aku tak habis mengerti kalau aku mengingat-ingat kisah ketika aku mengalami masa-masa sulit. Dulu, mengapa aku begitu mudah menyalahkan 'takdirku' dan menganggap orang-orang di sekitarku seperti tak mau peduli dengan sedikit memberiku pertolongan?

Tetapi, suatu saat, belasan tahun kemudian, perlahan-lahan kusesali anggapan itu. Sangat kusesali. Mengapa aku menyalahkan 'takdirku' dan orang lain? Mengapa aku mau membalut mataku dengan kain hitam sehingga aku tak pernah melihat lagi harapan?

Harapan. Satu kata paling sederhana namun dapat sangat berarti bagi siapa pun yang pernah mengalami masa-masa sulit. Harapan membedakan antara orang-orang kuat dan menyerah.

Di Sumatra dan Kalimantan saya (dulu) kerap menyaksikan bocah-bocah kecil yang menenteng tas sekolah, di siang yang kering, melewati kebun sawit yang luasnya tak terkira. Mereka berjalan kaki berangkat dan pulang dari sekolahnya usai memunguti ilmu.

Suatu malam, dalam gerimis yang rapat, aku juga pernah tercenung berdiri di depan warung kecil serupa angkringam. Menyaksikan pemiliknya hanya duduk termenung menunggui  dagangannya, sementara kursi-kursi plastik di depannya kosong tak diduduki pembeli. Apakah pemilik warung akan pulang membawa sedikit untung? Berapa uang yang didapatnya malam itu? Apakah cukup buat keluarganya makan?

Apakah ada serupa kegembiraan yang bakal didapatnya sehingga membuatnya tetap menunggui dagangannya padahal malam sedang gerimis rapat?

Atau, pada suatu malam yang sangat larut, aku juga pernah menyaksikan abang-abang tukang ojek yang masih setia menerima order dan mengantarkan pesanan makanan. Padahal, hari sudah dini hari..  

Kita boleh bertanya kepada bocah-bocah itu, pemilik warung dan tukang ojek. Mengapa mereka melakukan itu semua?

Hanya ada satu alasan: harapan! Harapan lah yang membuat pemilik warung tetap setia menunggui daganganya dan tukang ojek mengantarkan pesanan makanan. Bahkan, karena harapan pula lah, yang aku yakini, membuat seorang pasien tetap bisa tersenyum walau dokter menyodorkan kepadanya laporan diagnosa bahwa ia menderita penyakit sangat mamatikan.

Harapan adalah kekuatan untuk percaya bahwa segala sesuatu mungkin akan terjadi; awal yang baru, kesempatan yang baru, atau harapan baru atas keajaiban. Harapan membawa seseorang hanyut dalam suasana magis. Harapan kerap menyihir para 'pemimpi' sebelum mereka bisa mewujudkan mimpi-mimpi yang muskil. Ini kenyataan. Jangan coba-coba tak memercayainya.

--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun