Dahlan Iskan mungkin merasa sangat bahagia karena ia dipanjangkan umurnya oleh Tuhan setelah ia divonis penyakit hepatitis berbahaya. "Hari ini, Senin 6 Agustus 2012, genap lima tahun saya "hidup baru". Allahu Akbar! Kalau teringat begitu parahnya kondisi badan saya lima tahun yang lalu, rasanya tidak terbayangkan saya masih bisa hidup hari ini," kata Dahlan (dahlaniskan.wordpress.com).
Frans, sarjana teknik nuklir, lulusan universitas negeri sangat bergengsi, orang pertama di kampungya yang bisa menjejakkan kaki hingga universitas (menurut kisah yang diceritakannya kepada saya), membuatku terperanjat tak kepalang ketika mendengar bagaimana ia memaknai 'kebahagiaan' itu.
Ia mengaku bahagia meski gaji yang diterimanya hanya sebesar UMR, sebab (katanya) selama ia masih bisa terus merasakan momen-momen paling romantis dalam hidupnya; bercengkerama dan bertemu dengan anak-anaknya setiap hari, ia akan bahagia.
"Bisa setiap hari melihati anak-anak saya, bercengkerama dengan mereka dan merasakan lengan saya disandari oleh tubuh-tubuh mungil mereka," kata Frans.
"Itu kebahagiaan yang tidak bisa saya kisahkan."
Kesetiaan kepada keluarganya, pengertian dan pengorbanan. Begitulah yang kira-kira bisa saya simpulkan apa definisi 'kebahagiaan" menurut Frans.
Jawaban Frans sangat bagus! Tidak definitif, tidak normatif, dan standar untuk tidak mengatakan 'bahagia itu adalah mensyukuri nikmat'. Sekali lagi, jawaban Frans itu kuakui sangat bagus, sama bagusnya dengan jawaban John -- teman saya yang lain. Â Â
John adalah seorang direktur sebuah perusahaan. Ia juga pernah memiliki perusahaan dengan karyawan lebih dari seratus orang (tetapi kini sudah bubar), ekonominya sangat mapan dan ia dianugerahi keluarga kecil yang rukun dan anak-anak yang pintar. Tetapi, ketika kutanya apa yang sudah dipunyainya ini sudah membuatnya bahagia? "Belum!" jawab John tegas.
"Aku ingin suatu saat bisa berbagi peduli kepada yang harus kupedulikan, berbagi syukur kepada orang-orang."
"Aku ingin melakukan kegiatan kemanusiaan agar banyak orang bisa merasakan dan mendapatkan manfaat. Kelak, aku ingin mempunyai yayasan. Saat itulah aku menemukan kebahagiaan."
"Hari ini aku belum bahagia, sebab yayasan yang aku impikan itu belum ada."