SAYA pernah seperti mas Pras, yang suatu kali, tanpa ia ingini, pernah terperangkap dalam satu diskusi atau debat sangat tidak menarik.
Saat itu, mas Pras, teman saya yang seorang pekerja kantoran, usai makan siang, secara tak sengaja mengajak kami bertiga mengobrol tentang sistim yang dianut dalam agama Islam.
Usai mas Pras menumpahkan pikiran-pikirannya, mas Zein, bapak 2 orang anak berusia pertengahan, langsung menanggapi dengan cepat. Ia menjawab pertanyaan (atau pikiran) mas Pras dengan penjelasan sangat panjang. Kadang-kadang, dalil dan cuplikan-cuplikan dalil pun digunakannya untuk membuat argumen mas Pras menjadi mentah.
Saya, sebenarnya, ingin sekali membantu mas Pras, dengan sedikit kalimat atau telaah karena apa yang disampaikan oleh mas Pras tidak saja sama dengan yang saya pikirkan, tetapi apa yang disampaikannya juga kian menajamkan kritisisme saya, utamanya dalam kapitalisme faham.
Namun, toh, niat itu saya urungkan. Satu kalimat pembelaan mas Pras, yang saya lihat sangat apik, dijawab mas Zein dengan kalimat yang pernah puluhan kali saya dengar sebelumnya. "Itu hanya dalih yang sengaja disebar mereka-mereka yang tidak setuju. Mereka tidak pernah membaca kitab rujukan," kata mas Zein.
Kisah mas Pras yang terperangkap dalam ruang diskusi tidak menarik itu, kini, tidak saja terjadi dalam ruang diskusi offline, tetapi banyak juga kita jumpai terjadi di ruang online.
Dalam banyak forum diskusi yang kebetuhan pernah saya ikuti, saya kerap menjumpai diskusi yang riuh. Akun-akun yang segaris dengan cepat merespon apa saja pendapat yang tidak sama dengan mereka. Seperti mas Zein, dalil-dalil dari kitab yang dijadikannya sebagai rujukan kerap mereka gunakan. Dalil itu lantas dibagi, diamini dan digunakan untuk menjustifikasi bahwa hanya pendapat mereka lah yang paling benar. Dan tentu saja: dalil yang digunakan lawan debatnya adalah salah.
Dalam debat yang demikian, bila ada orang yang pandangan atau pikirannya tidak ia setujui atau tidak ia benarkan, maka orang itu dengan cepat akan mementahkannya. Dan jika dengan beberapa kalimat tidak cukup mampu mementahkan, ia lantas menyerang secara langsung pribadi orang yang diajaknya berdiskusi atau berdebat. Atau menyerang keyakinan agamanya.
Setelah itu, argumen-argumen dari pihak satu dan pihak yang lainnya pun bersahut-sahutan. Diskusi menjadi riuh seperti ruang kelas yang ditinggalkan pergi gurunya. Di ruang kelas yang riuh itu, sesekali, saya bisa menemui seseorang yang menulis chat seperti ini: "Ya demikianlah cara kaum ono berfikir!"
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online memberikan makna kata "dalil" antara lain adalah "keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran (terutama berdasarkan ayat Alquran)" atau "pendapat yang dikemukakan dan dipertahankan sebagai suatu kebenaran".
Sedangkan kata "dalih", masih menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online, artinya adalah "alasan (yang dicari-cari) untuk membenarkan suatu perbuatan".