Saya tadinya mengira bahwa penyebaran berita palsu atau hoax terutama melalui dunia maya bakal surut setelah Pilpres 2014 usai. Tetapi, ternyata, dugaan saya salah. Hoax terus diproduksi bahkan tren penyebarannya menunjukkan peningkatan setiap ada peristiwa politik penting. Pesta demokrasi senantiasa menjadi ladang subur bagi hoax.
Mengapa hoax tetap disuka?
Pertama, ini karena hoax masih dianggap sebagai senjata paling efisien, murah tetapi hasilnya sangat efektif untuk menghancurkan lawan dan untuk mencapai tujuan tertentu sesuai pemesannya. Hoax juga sangat handal dipakai para elit untuk menghantam Pemerintah.
Selain karena hoax bisa digunakan sebagai senjata, hoax tumbuh subur di Indonesia karena masyarakat ternyata menyenanginya. Masyarakat kita masih suka melahap mentah-mentah dan me-like berita apapun tanpa pernah mau menggunakan kemampuan literasi informasi.
Sangat menyedihkan.
Produsen hoax dan para penyebar tentu saja senang buka kepalang. Dengan kemampuan dan kepintaran mereka menggunakan dan memilih kata-kata, mereka menyasar perasaan dan emosi pembaca. Berita palsu selalu mampu menggelorakan keberanian, membakar kebencian dan mengundang decak kagum.Â
Meski berbagai upaya sudah dilakukan Pemerintah, seperti pembentukan badan siber dan jaringan wartawan antihoax di daerah-daerah, penggalakan kampanye dan pesan moral yang terus menerus dan berkelanjutan, tetapi nyatanya hoax terus saja diproduksi.
Beberapa kalangan menyebutkan bahwa saat ini negara hampir tak berdaya mengatasi maraknya hoax. Tidak Indonesia tidak luar negeri. Hampir semua negara menghadapi permasalahan yang sama.Â
Bahkan di beberapa negara konflik, hoax disebut-sebut menjadi salah satu jawaban penting atas pertanyaan mengapa pertikaian disana tak kunjung reda. Berita hoax itu sudah menjadi isu global.
Di Indonesia hoax juga tidak bisa lekas mati karena KUHP dan UU ITE juga belum sepenuhnya mampu menyasar dan menjerat produsen dan para penyebar hoax.Â
Beberapa teman dan sahabat saya kerap menanyakan mengapa saya tidak aktif dan jarang update status atau bikin twit? Salah satu alasannya adalah karena saya hampir tidak percaya semua isi berita atau postingan di media sosial. Alasan ini tampak sangat subyektif memang.Â