Mohon tunggu...
Taufik Winarno Nagoro
Taufik Winarno Nagoro Mohon Tunggu... -

Mengkritisi kesemrawutan kasat mata

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tanda-Tanda Zaman

2 November 2014   14:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:53 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TANDA-TANDA ZAMAN

(Menjaring Ratu Adil, Ki Joko Umbaran Dalam Bayang-bayang Ratu Adil)

Keputusan MK Negeri Baratayuda yang menetapkan Ki Joko Umbaran sebagai Raja ke-7 tahta Kerajaan Negeri Baratayuda, secara formal dan konstitusional telah sah dan selesai, akan tetapi jika dilihat dari suasana kebatinan politik/drama politik/syahwat politik, maka sebenarnya drama politik belum selesai. Pihak kubu Prabubawono yang menguasai di dewan Rakyat Kerajaan, tidak bisa dianggap enteng/remeh. Disahkannya UU tentang Pemilihan Adipati melalui Dewan Rakyat Kerajaan (kembali ke zaman dulu) menunjukkan betapa kuatnya kubu Prabubawono di Dewan Rakyat Kerajaan dan terpilihnya Ketua Majelis Rakyat Kerajaan yang masing-masing berasal dari kubu Prabubawono semakin solid penguasaan di Dewan Rakyat Kerajaan dan Majelis Rakyat Kerajaan, adalah upaya yang sistematis dan terencana dalam upaya menghadapi Ki Joko Umbaran sebagai raja, baik hanya sekedar sebagai oposisi atau menggoyang atau bahkan melengserkan Ki Joko Umbaran sebagai raja.

Sejarah telah mencatat, bagaimana Ki Ageng Ganjur dengan begitu mudah dilengserkan di Dewan Rakyat Kerajaan, karena posisi Ki Ageng Ganjur yang lemah di Dewan Rakyat Kerajaan. Sehingga waktu itu kekuatan politik mengalahkan kebenaran hukum, itulah fakta sejarah. Begitu juga dengan Ki Joko Umbaran yang notabene di Dewan Rakyat Kerajaan yang hanya didukung oleh kurang dari 50% anggota Dewan Rakyat Kerajaan, menjadikan posisi Ki Joko Umbaran sebagai raja sangat rawan untuk digoyang. Kebijaksanaan yang akan menaikkan harga minyak jarak, sungguh kebijaksanaan yang berani dan beresiko dan sangat mungkin mempunyai implikasi politik yang sulit terelakkan. Tapi lagi-lagi Ki Joko Umbaran tak bergeming dan tetap akan menaikkan harga minyak jarak adalah sebuah keharusan. Meskipun kebijaksanaan tersebut tak populer dan kemungkinan akan mendapat penolakan keras dari rakyat, tetapi kebijaksanaan tersebut tetap akan dijalankan.

Kembali ke masalah judul di atas. Kata-kata menjaring sangatlah berbeda maknanya dengan kata-kata memancing. Jika memancing punyak makna satu, karena satu pancing satu ikan. Sementara kalau menjaring punya makna lebih dari satu, karena satu jaring bisa mendapat lebih dari satu ikan. Meskipun akhirnya yang dimakan adalah ikan yang paling besar. Begitu juga dengan menjaring Ratu Adil. Dan pemilu hanyalah salah satu upaya/ikhtiar dalam upaya mendapatkan Ratu Adil melalui jalur normal konstitusional (Pemilu). Tetapi jangan lupa bahwa munculnya pertama kali sebagai pemimpin baik Ki Kusno dan Ki Soeto bukanlah melalui jalur normal konstitusional (Pemilu). Dengan kata lain munculnya kedua tokoh tersebut bukan lewat produk Pemilu (Proklamasi 1945 dan Surat Perintah tahun 1965). Dan Ki Kusno 44 tahun di tahun 1945 dan Ki Soeto 44 tahun di tahun 1965, keduanya dianggap Ratu Adil di zamannya. Keduanya adalah orang yang luar biasa yang ketika muncul melalui proses yang luar biasa. Itulah ciri-ciri Ratu Adil yang sebenarnya. Revolusi I melahirkan Ki Kusno (Ratu Adil I), Revolusi II melahirkan Ki Soeto (Ratu Adil II). Akankah akan ada Ratu Adil selanjutnya? Yang merupakan Ratu Adil Pamungkas/terakhir. Adalah Ki Joko umbaran dalam bayang-bayang Ratu Adil atau dengan kata lain, Ki Joko Umbaran didukung oleh Ratu Adil dan people power. Meskipun sebenarnya Ki Joko Umbaran dan Prabubawono adalah miniatur Ratu Adil yang sebenarnya. Ciri-ciri Ratu Adil diantaranya adalah baik dan kuat. Ki Joko Umbaran dipersepsikan sebagai orang baik. Sementara Prabubawono dipersepsikan sebagai orang kuat. Sehingga tidaklah aneh jika posisi Ki Joko Umbaran dan Prabubawono sama-sama kuat. Ki Joko Umbaran dengan pendukungnya menguasai eksekutif, sementara pihak kubu Prabubawono menguasai legeslatif. Sifat baik tidaklah cukup sebagai syarat menjadi raja, akan tetapi sifat berani, kuat juga sangat dibutuhkan untuk menjadi raja. Untuk itu tidaklah heran jika Ki Joko Umbaran ketika kampanye dulu, rencana akan mengangkat para pembantunya terdiri dari para profesional murni, tetapi realitas politik berkata lain dan akhirnya mengangkat hampir separo dari unsur partai. Ini semua karena posisi Ki Joko Umbaran yang kurang kuat di mata legeslatif. Posisi politi di Dewan Rakyat Kerajaan di pihak kubu Prabubawono yang sangat kuat, menjadikan idealisme Ki Joko Umbaran agak melunak. Itulah realitas politik.

Kalau dilihat dari komposisi para pembantu-pembantunya, maka sebenarnya satria ke-7 dan satria ke-6 tidaklah banyak perubahan yang mencolok (serupa tapi tak sama). Campur tangan asing (mafia brekele) dalam mempengaruhi tim ekonomi sangatlah sulit untuk dihindari. Di sini penulis tak akan menyalahkan satria ke-7 dalam hal pengangkatan para pembantunya, karena itu merupakan hak prerogatif raja. Tetapi niat satria ke-7 untuk merubah keadaan yang lebih baik patut diapresiasi dan patut dihargai meskipun di sisi yang lain campur tangan asing dalam menentukan kebijakan makro bidang ekonomi juga sangat sulit dihindari. Kebijaksanaan ekonomi makro di Kerajaan Baratayuda sangatlah sulit, rakyat berharap terlalu banyak. Kalau sudah begitu akankah revolusi mental yang didengung-dengungkan akan terwujud? Rakyat akan menagih janji-janjinya dulu. Dan sekali lagi Ki Joko Umbaran dalam bayang-bayang Ratu Adil.

Bola panas yang dulu diperkirakan ada di tangan MK Negeri Kerajaan Baratayuda, sekarang pindah tangan para anggota Dewan rakyat Kerajaan dan di tangan Majelis Rakyat Kerajaan. Pindahnya bola panas menuju ke gedung Dewan Rakyat Kerajaan, bukan berarti menutup bola panas tersebut, akan tetapi hanya sekedar mengulur-ulur waktu, kapan bola panas itu pada akhirnya akan menjadi bom waktu. Dan ketika pelengseran Ki Joko Umbaran sebagai raja, maka di situlah puncak drama politik sedang terjadi. Puncak syahwat politik yang akhirnya melengserkan Ki Joko Umbaran tersebut, menjadikan rakyat marah di berbagai penjuru. Dan di tengah-tengah kemarahan rakyat, muncullah Ratu Adil yang sesungguhnya. Ratu Adil bersama-sama rakyat membela Ki Joko Umbaran. Kemunculan Ratu Adil secara tiba-tiba itu sebelumnya ditandai dengan lintang kemukus/bintang berekor, yang bisa dilihat selama 7 malam. Kemunculan Ratu Adil juga ditandai dengan meletusnya satu gunung yang didalamnya ditanam Pusaka Tumbal dari Syeh Subakir. Dan ketika pelengseran Ki Joko Umbaran terjadi, sebenarnya politik kepentingan sudah bergeser. Kalau dulu ketika bola panas masih berada di tangan MK, maka yang bertarung adalah Ki Joko Umbaran dengan Prabubawono, maka ketika bola panas pindah ke gedung Dewan Rakyat Kerajaan, maka yang bertarung sudah bergeser yaitu antara kubu Pohon waru dan pendukungnya dengan kubu partai wong cilik dan pendukungnya atau dengan kata lain partai-partai yang anti perubahan berhadapan dengan partai-partai yang pro perubahan. Dalam hal ini tak lebih hanya sekedar wayang yang di belakangnya masing-masing ada dalang-dalang yang kuat. Sementara bandul politik ada di tangan Satria ke-6 sebagai penyeimbang. Kelihaian dan kekuatan Satria ke-6 mampu menggerakkan kemana bandul/timbangan mau digerakkan dan diarahkan, dengan kata lain arah jarum jam mau diputar kemana tergantung Satria ke-6. Diakui atau tidak Satria ke-6 mempunyai kekuatan untuk itu. Bahkan kalau mau jujur munculnya Satria ke-7 tak lepas dari peran Satria ke-6. Begitu juga sebaliknya, lolosnya UU tentang pemilihan Adipati yang hanya bisa diangkat oleh Dewan Rakyat Kerajaan, juga tak lepas dari peran besar Satria ke-6. Dimana UU tersebut jelas menguntungkan di pihak kubu Prabubawono yang menguasai kursi dewan. Lagi-lagi di sini penulis katakan bahwa peran Satria ke-6 sebagai penyeimbang benar-benar bisa dibuktikan, meskipun hati nuraninya yang sebenarnya hanya Tuhan dan beliau yang tahu. Kekuatan Partai Pohon Waru beserta koalisinya yang menguasai kursi dewan, begitu mudahnya melengserkan Ki Joko Umbaran di tengah jalan. Kemarahan rakyat beserta Ratu Adil, membuat Satria ke-6 merasa terpanggil untuk bertemu dengan Ratu Adil secara khusus. Meskipun tanpa disadarinya sebenarnya Satria ke-6 pernah bertemu dengan ratu adil di suatu tempat. Akan tetapi pertemuan secara khusus antara Satria ke-6 dengan Ratu Adil, membuat Satria ke-6 menginisiasi lahirnya dekrit oleh Satria ke-7. Dikeluarkannya dekrit oleh Satria ke-7 tak lepas dari peran besar Satria ke-6. Dan munculnya satria ke-7 tak lepas dari peran Satria ke-6, begitu juga munculnya ratu adil juga tak lepas dari peran Satria ke-6. Karena bandul politik ada di tangan Satria ke-6.

Kalau di akhir zaman nanti menjelang hari kiamat akan ada Nabi Isa yang turun dari langit untuk membantu Imam Mahdi untuk memerangi dan melawan Dajjal beserta kaum Yahudi, maka di Kerajaan Baratayuda akan ada ratu adil terakhir/pamungkas yang akan membantu Ki Joko Umbaran untuk menangkap koruptor. Ratu adil bukanlah raja bahkan hanya rakyat jelata akan tetapi kekuatan dan pengaruhnya melebihi raja yang berkuasa. Selama kurang lebih 2 tahun ratu adil bertugas:

1.Menangkap para koruptor;

2.Menagih dana revolusi;

3.Merekonsiliasi antara Ki Joko Umbaran dengan Prabubawono.

Itulah peran ratu adil yang hanya muncul sekitar dua tahun saja tetapi banyak dielu-elukan jutaan rakyat.

Berikut ciri-ciri ratu adil secara umum :

1.Ratu adil bukan hanya sekedar menangkap para koruptor, akan tetapi ratu adil juga akan berhadapand engan Betharakala/jin jahat anak buah Dajjal yang hampir 500 tahun mencengkeram bumi kerajaan Baratayuda (1596-2014). Keberadaan Betharakala di bumi kerajaan Baratayuda, menjadikan kerajaan Baratayuda selama ratusan tahun dicengkeram dan dijajah, baik dijajah oleh bangsa asing ataupun dijajah oleh anak sesama bangsa sendiri. Sehingga revolusi nanti adalah revolusi pamungkas atau terakhir. Jika revolusi I (Ki Kusno) mengatakan bahwa “revolusi belum selesai,” maka revolusi III (Ratu Adil III) akan mengatakan “revolusi sudah selesai.” Pernyataan itu akan diucapkan ketika ratu adil III akan mengundurkan diri dari kancah dunia politik. Mundurnya Ratu Adil III ditangisi oleh jutaan rakyat kerajaan. Dan Insya Allah Kerajaan Baratayuda akan menjadi mercusuar dunia di tahun 2022. Amin.

2.Ratu Adil lewat tangannya mampu menghentikan sumur lumpur milik Indo Ora Tuntas, tentu dengan ijin Tuhan.

3.Koruptor tidak akan mampu menatap matanya lebih dari 15 menit.

4.Ratu Adil hanya berkoalisi dengan rakyat, sehingga dengan munculnya Ratu Adil otomatis menjadikan partai-partai besar tidak kelihatan sama sekali perannya.

Catatan dan Kesimpulan

·Negeri Baratayuda yang ditulis di atas dan ditulis pada edisi-edisi sebelumnya di Kompassiana adalah Negeri Dongeng yang terletak di Kayangan/awan/langit.

·Ratu adil adalah pembebas dari cengkeraman Betharakala.

·Ratu adil adalah pembuka tabir, membuka tabir mana yang baik dan mana yang jahat.

·Pencitraan antara kata dan perbuatan tak sama (sifat dan sikap yang abu-abu) nantinya akan menjauh, ketakutan ketika ratu adil muncul.

Insert/NB : Tanda-tanda zaman edisi selanjutnya akan ditulis dengan judul:

TANDA-TANDA ZAMAN

(Ketika Sang Ratu Adil Murka)

Edisi Terakhir

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun