Mohon tunggu...
TAUFIK WIBOWO
TAUFIK WIBOWO Mohon Tunggu... -

hanya mencari ruang untuk menuangkan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Adanya Perbedaan Sikap Media Pada Demonstrasi Kenaikan Ump Rp.2,4 Juta dengan Rp.3,7 Juta

12 Desember 2013   02:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:02 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan demo buruh terjadi di sejumlah daerah yang memiliki kawasan industry yang besar. Daerah seperti bekasi, karawang, subang, tangerang, jakarta dan kota industry lainya tidak luput dari lokasi yang dijadikan sebagai titik unjuk rasa. Bukanlah isu baru yang menjadi tuntutan buruh kali ini, buruh menilai upah minimum yang ada saat ini belum dapat dikatakan cukup dan layak untuk membiayai kebutuhan dari para pekerja sehari-hari. Sebelumnya buruh telah meminta pemerintah untuk menaikan nilai UMP dari Rp. 1,8 juta yang kemudian di sepakati naik menjadi Rp.2,4 juta. Namun saat ini setelah beberapa bulan kemudian buruh kembali menggelar aksi untuk meminta pemerintah menaikan UMP menjadi Rp.3,7 juta. Aksi penuntutan kenaikan upah pun digelar di beberapa daerah. Sebagai contoh di Tangerang aksi buruh dalam demonya melakukan aksi blokir jalan seperti di jalan Tangerang-kali deres dan juga Tangerang-serpong. Selain itu buruh juga menutup akses tol tangerang merak dengan memblokir pintu tol bitung Tangerang. dan masih banyak lagi aksi demonstrasi yang dilakukan buruh untuk menuntut kenaikan UMP.

Terlepas dari kontroversial permintaan buruh, ada hal yang unik dalam cara media dalam memberitakan aksi buruh yang dapat dikatakan dalam skala yang cukup besar ini. jika kita melihat kembali saat buruh melakukan aksi unjuk rasa atas penolakanya dengan UMP yang saat itu sekitar Rp.1,7 juta (untuk daerah DKI) media dalam memberitakanya begitu gencar. Hampir seluruh aksi demonstrasi yang terjadi di setiap daerah di pulau jawa di di beritakan. Dalam tajuk-tajuknya pun banyak media yang mengeluarkan opininya pada keberpihakan mereka atas kenaikan UMP menjadi Rp.2,4 juta. Apa yang membuat hal tersebut terjadi ?mengapa ada perbedaan oleh media saat itu dengan yang terjadi belakangan ?

Memang jika kita melihat pada aksi menuntut kenaikan upah pada maret lalu, saat itu banyak faktor yang membuat logisnya tuntutan buruh saat itu seperti naiknya harga BBM dan yang lainya. Besar kemungkinan hal tersebut lah yang menjadi titik pertimbanngan media pada saat itu. Jika benar begitu, berarti kini media mengaggap permintaan buruh yang menuntut UMP Rp.3,7 juta merupakan hal yang tidak wajar.

Ada hal yang sangat menghawatirkan sebenarnya dari peristiwa ini. jika yang terjadi adalah sesuai dengan anallisis bahwa media melihat sebuah kasus secara objektif dan berimbang. Tapi apa jadinya jika media dalam kasus ini tidak memblow-up karena adanya pembungkaman media dengan kemungkinan adanya gratifikasi?sungguh ironis jika memang hal seperti ini dapat terjadi. Penulis dalam hal ini bukan ingin membuat citra media yang buruk, namun hal seperti tidak menutup kemungkinan terjadi. Yang ingin penulis sampaikan adalah media sebagai penentu opini dari publik haruslah objektif. Jika peristiwa sekarang ini diakibatkan oleh permintaan pasar. Sangat ironis jika media memiliki sikap seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun