Mohon tunggu...
Taufik Hidayah
Taufik Hidayah Mohon Tunggu... -

Pembelajar Sejati yang terus ingin membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Umi Bohong"

21 November 2014   07:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:15 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bohong, Umi Bohong, sambil menangis tersedu-sedu dia terus protes terhadap ibu yang dipanggilnya dengan sebutan Umi tersebut. Sang umi yang baru selesai menunaikan sholat shubuh kaget tatkala mendengar suara anak pertamanya itu menangis dengan tiba-tiba. Dia biasa dipanggil dengan Kakak Nabila atau kakak Bila atau terkadang kakak saja. Nabila berambut panjang sekitar sebahu, duduk di kelas 0 kecil di RA (Raudhatul Atfal) setingkat TK. Hidungnya mancung, rambutnya ikal, hitam dan tebal. Kalau Uminya bilang, nabila ini nyaris mirip dengan ayahnya. Setiap hari, dari pukul 08.00 s/d 11.00 dia di RA. Siang pukul 14.00 s/d 16.30 mengaji di TPA. Dengan penuh kelembutan dia bertanya kepada buah hatinya itu yang sebentar lagi (menghitung hari) usianya genap 5 tahun. Kenapa sayang, kok umi dibilang pembohong sih? Iya, Umi bohong, Nabila bukan anak bayi lagi.....kembali dia menagis tersedu-sedu.........kenapa nak? kenapa Umi pakaikan nabila pampers? Oh, jadi itu masalahnya.......sambil tersenyum umi kembali bertanya dengan buah hatinya yang biasa dia panggil dengan sebutan "kakak" karena dia anak pertama. Coba kakak pegang pampersnya, ada isinya atau tidak? mendapat pertanyaan tersebut anak sulungnya tersebut terdiam dan dengan pelan-pelan dia memegang pampersnya dan ternyata pampersnya itu berisi. Dengan tersipu-sipu malu dia tersenyum.  Si Ayah pun tidak mau tinggal diam, dengan tenang dia katakan kalau kakak mau tidak dipakaikan pampers, maka sebelum tidur harus pipis terlebih dahulu, baru kemudian tidur. Sebenarnya, sudah tiga malam berturut-turut dia sudah tidak pakai pampers lagi kalau mau tidur, dan dia berhasil tidak ada ngompol lagi. Setiap dia berhasil ayah dan umi selalu memujinya bahwa dia sudah besar. Itulah mungkin yang membuatnya kecewa ketika dia mendapati dia memakai pampers lagi. Dan kesimpulannya dia masih kecil karena pakai pampers. Itulah dunia anak yang penuh dengan keluguan dan kepolosan, tumbuh secara alami seiring dengan usianya. Terkadang kita dituntut untuk mampu memahami dunia mereka yang penuh dengan tantangan yang terkadang membuat orang tua kesal, jengkel dan lain sebagainya. Respon positif dan negatif orang tua terhadap anak itu tergantung cara pandang dalam melihat tingkah laku anak tersebut. Suatu hari, seorang ibu dengan bangganya mengatakan bahwa anak-anaknya sejak usia 3 tahun sudah tidak lagi minum susu pakai dodot. Semua dodot anaknya dia buang di depan anak-anaknya itu sendiri. Sehingga dengan begitu tidak ada pilihan lain bagi anak-anaknya untuk minum dengan dodot lagi karena sudah dibuang. Dalam hati, aku berpikir ibu ini sakit jiwa yang tidak memahami psikologi anak-anak itu sendiri. Sikap otoriter bukan merupakan jalan keluar bisa jadi itu akan berdampak kepada rasa trauma anak yang nantinya memicu tingkah laku negatif anak pada kemudian hari. Kami sebagai orang tua sudah mempunyai komitmen bersama bahwa membesarkan anak-anak dengan nilai-nilai yang santun, partisipatif, dialog dan selalu menjelaskan dampak baik dan buruknya kepada anak-anak. Itu lah orang dewasa terkadang amnesia bahwa dia dulu juga anak-anak. Sebenarnya gampang aja, apa yang dulu kita rasakan tidak senang jangan lagi terulang ketika kita membesarkan anak-anak tersebut. Semoga cerita ini menghibur dan mudah-mudahan ada manfaatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun