[caption id="attachment_132454" align="alignnone" width="640" caption="Meriam di depan Museum"][/caption]
“Nobody knows the troubles, I see nobody knows my sorrow”. Demikan terpahat pada sebuah nisan kecil sederhana yang terletak di bawah sebuah pohon tinggi bercabang dua di pojok Museum Taman Prasasti. Sebuah patung malaikat kecil juga menemani batu nisan tadi.Selain itu juga terpahat nama sang empunya nisan yaitu “Soe Hok Gie” , lahir 17 Desember 1942, meninggal 16 Desember 1969.
[caption id="attachment_132459" align="alignnone" width="360" caption="Pusara Kecil Soe Hok Gie"][/caption]
Begitu muda, begitu belia, dan makamnya pun begitu sederhana. Namun nama ini mengingatkan saya pada sebuah buku dengan judul “Soe Hok Gie, Catatan Harian Seorang Demonstran” yang pernah terbit pada awal tahun 1980an.
[caption id="attachment_132461" align="alignnone" width="640" caption="Sebuah nisan"][/caption]
Museum Taman Prasati yang Sejuk di Tengah kota yang Ramai
Taman Makam Prasasti terletak di pusat kota Jakarta, tidak jauh dari kompleks perkantoran Walikota Jakarta Pusat. Ketika memasuki halaman pemakaman , sebuah tugu yang terdiri dari tiga tiang vertikal dengan patung malaikat bersayap menyambut dengan penuh misteri di sebelah kiri pintu utama dan sebuah meriam mirim si jagur juga mengawal di sebelah kanan.
Gedung utama berwarna putih dengan tiang-tiang yang besar berdiri dengan dinginnya. Di sekeliling dinding pintu , terdapat barisan nisan dari logam yang ditempelkan memenuhi seluruh bagian kanan dan kiri gerbang utama. Nama-nama Belanda mendominasi dengan tahun, dan tempat kelahiran si empunya makam. Pada umumnya berasal dari kisaran abad ke 17 sampai ke 19.
[caption id="attachment_132463" align="alignnone" width="360" caption="Nisan Antik"][/caption]
Pemakaman Modern Tertua di Dunia
Setelah masuk pintu utama, di sebelah kiri terdapat penerima tamu museum sekaligus tempat membeli tiket. Tertulis harga tiket masuk yang cukup murah yaitu Rp 2000 untuk dewasa dan Rp 600 untuk pelajar. Setelah itu , petugas memberi saya selembar brosur dari DInas Pariwisata dan KebudayaanPemerintah Provinsi DKI Jakarta. Satu brosur untuk dua museum, yaitu Museum Sejarah Jakarta dan Museum Taman Makam Prasasti.
Menurut brosur, TamanMakam Prasasti ini merupakan bekas taman pemakaman kuno yang sudah beroperasi sejak 1795 dan dulunya dikenal sebagai Pemakaman Kebon Jahe Kober. Pada awal didirikan, makam ini diperuntukkan bagi bangsawan dan pejabat bangsa Belanda, namun kemudian diperluas juga untuk pemakaman umum. Sejak tahun 1975 , pemakaman ditutup untuk dipugar dan dijadikan museum taman terbuka pada 1977.
Memasuki taman pemakaman deretan nisan berupa tugu setinggi kira-kira dua meter menyambut saya.Nama-nama yang tertera kebanyakan nama Belanda, dan tulisan pada nisan juga sebagian besar dalam bahasa Belanda yang menjelaskan nama , tempat serta tanggal kelahiran dan kematian sang empunya nisan. Tentu saja ada juga yang menggunakan Bahasa Inggris. Latin, dan bahkan Jepang.
Namun di samping itu ada juga beberapa makam yang dihiasi dengan patung malaikat kecil, bahkan ada yang berupa relief wajahsi mati. Bahkan ada patung malaikat sebesar ukuran manusia yang tampak sedang meratap. Suasana magis dan misterius terasa sekali, terutama karena pada saat saya berkunjung hanya ada 4 orang anak SD yang memakai pakaian seragam . Disamping itu , juga terdapat empat orang petugas pembersih makam yang berseragam oranye.
[caption id="attachment_132464" align="alignnone" width="640" caption="Prasasti Bang Ali"][/caption]
Prasasti Bang Ali dan makam si Pecah Kulit
Kira-kira 20 meter dari pintu taman, terletak sebuah prasasti berbentuk tugu setinggi kira-kira satu meter. Gubernur Jakarta pada waktu itu, Ali Sadikin, membubuhkan tandatangan di bagian atas prasasti pada 8 Juli 1977. “Taman Prasasti, Kebon Jahe Jakarta Pusat, demikan tertulis pada bagian atas prasasti ini. Sementara di bagian muka prasati juga tertuliskata kata puitis ”Di Taman ini terlukis peristiwa sepanjang masa, Dari goresan prasasti, mereka yang telah pergi, Disini pula tertanam kehijauan yang kita dambakan”.
[caption id="attachment_132465" align="alignnone" width="360" caption="Prasasti Eksekusi Peter Erberveld"][/caption]
Tidak jauh dari prasastisebuah prasasti yang besar dengan hiasan sangat unik menarik perhatian saya. Pada prasasti ini, tertulis dalam bahasa Belanda dan dibawahnya mungkin dalam aksara Sunda. Sebagai kenang-kenangan yang menjijikan atas dihukumnya sang pengkhianat Pieter Erberveld. Karena itu dipermaklumkan kepada siapapun, mulai sekarang tidak diperkenankan untuk membangun dengan kayu, meletakan batu bata dan menanam apapun di tempat ini dan sekitarnya. Batavia, 14 April 1722,”. Demikian kira-kira terjemahan bebas tulisan dalam Bahasa Belanda tadi.
Sebuah tengkorak tertusuk pedang menjadi mahkota nisan. Benar-benar mengerikan! Ternyata ini adalah nisan Peter Erberveld atau juga terkenal dengan si Pecah Kulit, yaitu seorang keturunan Indo Jerman yang disebut pemberontak oleh Belanda dan dieksekusi dengan cara yang menyeramkan yaitu dengan tubuh di tarik oleh 4 ekor kuda kea rah yang berlawanan dan kemudian kepalanya ditancapkan ke sebuah tiang seperti kelihatan pada monumen ini..
[caption id="attachment_132466" align="alignnone" width="640" caption="Makam Olivia Marianne Raffles"][/caption]
Makam Nyonya Rafles dan Miss Riboet
Mengikuti petunjuk petugas pembersih makam saya menuju makam Nyonya Rafles, Terletak agak di pinggir kompleksdan terkurung oleh pagar besi setinggi setengah meter. Goresan nama pada makam mulai agak kabur dan banyak dedaunan yang rontok menutupi relief nama Olivia Marianne Raffles. Dia adalah istri Gubernur JendralInggris yang pernah bertugas di Jawa dan terkenal dengan bukunya History of Java. Pada saat itu itulah istrinya meninggal di Buitenzorg (Bogor) pada 26 November 1814 dan kemudian dimakamkan di tempat yang indah ini.
[caption id="attachment_132467" align="alignnone" width="360" caption="Pusara Sederhana Miss Riboet"][/caption]
Setelah sempat melihat makam Rafles saya segera menuju ke bagian lain kompleks menuju makam Soe Hok Gie. Namun secara tidak sengaja saya menemukan sebuah nisan yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Ini adalah makam Miss Riboet dengan Suaminya yaitu Tio Tik Djin. Terulis di pusarabahwa Miss Riboet meninggal di Djakarta pada 19 April 1965 sedangkan suaminya menyusul? Miss Riboet sendiri ternyata seorang artis tempo dulu yang sangat terkenal di awal abad ke 20.
Saya tidak tahu apakah suami Miss Riboet pun akhirnya dimakamkan disini atau tidak. Yang jelas saat ini hampir semua makam sudah tidak berisi tulang belulang lagi, karena telah dipindahkan atau dikremasi. Makam yang dulunya sempat mencapai luas lebih dari 5 Hektar ini pada saat ini memang hanya tersisa kurang dari dua hektar untuk dijadikan museum t dan selebihnya mungkin telah menjadi kompleks perkantoran.
Sebuah pengembaraan dalam mencari kedamaian di dunia orang mati. Di sebuah taman yang tenang dan teduh di tengah-tengah keriuhan dan ramainya kota Jakarta.
Ternyata, kita yang hidup ini harus belajar dari yang mati, karena semua yang mati, pernah hidup dan yang hidup pasti akan mati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI