Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Selamat dari Banjir di Mina: Pengalaman Haji yang Tidak Terlupakan

1 November 2011   06:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:12 1484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pergi haji adalah panggilan, demikian kata-kata yang selalu diulang-ulang oleh pembimbing kami . Ucapan ini benar-benar selalu melekat di hati saya. Bahkan sampai dua bulan sebelum musim haji, saya pun belum terfikir untuk berangkat karena selalu merasa belum siap. Namun , tiba-tiba semuanya mengalir begitu saja, mulai dari pendaftaran, pembuatan dokumen, manasik dan sampai waktu berangkat di bulan Januari 2005 lalu.

Akhirnya dengan pesawat Boeing 747-400 Garuda Indonesia , rombongan kami pun lepas landas dari bandara Soekarno-Hatta untuk kira-kira sembilan jam kemudian mendarat di bandara King Abdul Aziz di Jeddah. Selanjutnya dengan bus kami menuju ke Mekah dan menginap di daerah yang namanya Aziziyah.

Sewaktu berada beberapa hari menginap di Aziziyah, kami menghabiskan waktu dengan memperbanyak ibadah, mendengarkan siraman rohani dan juga sekali-kali belanja di Ben Daud, yang merupakan sebuah pusat perbelanjaan kecil tidak jauh dari penginapan. Rasa persaudaraan dengan teman-teman pun semakin kuat. Dan pertemanan serta persaudaraan ini tetap dijaga bahkan sampai kembali ke tanah air.

Wukuf di Arafah

Pada saat itu, terdengar berita bahwa pelaksanaan Iedul Adha ternyata dimajukan sehari. Kalau dalam kalender tgl 10 Dzulhijah jatuh pada 21 Januari, maka akan dimajukan pada 20 Januari. Dengan demikian wukuf di Arafah 9 Dzulhijah akan jatuh pada hari Rabu 19 januari 2005.

Akhirnya rombongan kami , bersamaan dengan jutaan ummat Islam dari seluruh dunia pun mulai bergerak ke Arafah. Sebuah perjalanan rohani yang menakjubkan dan tidak akan terlupakan seumur hidup. Di padang Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijah, lebih dari dua juta ummat dari seluruh dunia berkumpul, bersimpuh, berdoa, dan meneteskan air mata. Ya Allah, kami datang untuk memenuhi panggilanmu.

Selamat dari Banjir di Mina

Dari Arafah, kami bergerak menuju Mina dan kemudian menginap di tenda yang telah disediakan. Masih ada rukun yang harus disempurnakan yaitu melempar jumroh. Hari yang tidak telupakan itu terjadi pada 22 Januari 2005, hari sabtu yang bertepatan dengan 12 Dzulhijah 1425 Hijriah.

Selepas waktu duha, rombongan kami mulai berangkat untuk melempar jumrah yang kedua. Namun karena ramainya orang, saya dan seorang teman terpisah dari rombongan. Alhamdullilah karena kami melakukan nafar awal, maka proses rukun haji kami sudah lengkap selepas melempar jumroh yang berlangsung dengan lancar.

Akhirnya kami terus berjalan bahkan menuju arah balik ke penginapan di Ajiziah.Siang itu, tiba-tiba hujan mulai turun. Mula-mula rintik-rintik saja, namun makin lama makin lebat saja dan disertai dengan petir dan angin ribut. Untungnya tidak jauh dari situ, terdapat jembatan layang, sehingga kami pun segera berlindung di bawahnya.

Kami terus menunggu, dan hujan pun terus berlangsung dan terasa makin lebat. Jalanan pun mulai tergenang dan makin lama makin tinggi airnya. Kami harus naik ke bebatuan agar kaki tidak terendam air. Makin banyak orang yang berlindung di bawah jembatan. Arus air kian deras bersamaan dengan makin tingginya banjir. Karena ketinggian tanah yang berbukit-bukit, maka air tampak sangat deras mengalir. Bersama air itu terlihat segala nya pun ikut diterjang, kerikil, lumpur, dan sampah terus menerjang mengalir menujuh kota Mekah di bawah sana.

Hujan terus turun dengan lebatnya, dan air pun semakin deras, Lebih dari dua jam hujan terus turun. Ramai sekali orang berlindung di bawah jembatan sambil mengucapkan “Allahu Akbar”. Bercampur aduk segala perasaan. Rasa kagum, takut, sedih, dan syukur bahwa kami selamat dari derasnya air bah. Rasa takut menbayangkan apa yang terjadi dengan jemaah yang lain termasuk dengan tempat kami mabit di Mina. Dan tentu saja perasaan ketidakberdayaan manusia terhadap ganasnya kekuasan alam.

Akhirnya setelah hujan reda, kami pun berjalan pelan-pelan menyusuri puing-puing dan sampah yang berserakan. Terlihat semuanya habis luluh lantak diterjang banjir. Malam harinya kami kembali ke Aziziah sehingga tidak perlu lagi kembali ke Mina yang telah diterjang banjir.

Menurut cerita, hujan deras disertai badai yang terjadi dari pukul 15.00- 17.00 waktu Arab Saudi, telah mengakibatkan terhambatnya proses melempar jumrah bagi sebagian Jamaah Haji. Ternyata air hujan turun dari gunung-gunung di sekitar Al-Muadzin dengan membawa tanah dan kerikil. Timbunan tanah dan kerikil ini mengakibatkan jalan di sekitar Terowongan Al-Muadzin sulit dilewati karena tidak ada saluran pembuangan air. Akibat hujan lebat Sabtu sore itu, terjadi genangan air di berbagai tempat di kota suci ini. Banjir lumpur terjadi dan sempat membuat kemacetan lalu lintas. Puluhan ribu jemaah haji yang berada di Mina, bubar untuk berteduh di bawah terowongan-terowongan. Barangkali saya dan teman saya hanya merupakan sebagian dari puluhan ribu jemaah yang berlindung di bawah terowongan dan jembatan layang. Suasana sangat mencekam namun berkat perlindungan Allah jua kami selamat dan dapat melanjutkan perjalanan ke Mekah, Madinah dan kemudian kembali dengan selamat ke tanah air.

Suatu pengalaman pergi haji yang tidak terlupakan. Melihat dan mengalami banjir disertai air bah di Tanah Suci yang konon bahkan sangat jarang mengalami hujan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun