[caption caption="Foto: Leutikprio.com"][/caption]
Judul : Magnet Baitullah (Tiga Syarat Utama Memakmurkan Masjid)
Pengarang : Thamrin Dahlan
Penerbit : Leutikaprio
Disain Sampul : Cynthia
Tata Letak : Anwar
ISBN : 978-602-371-171-0
Terbit : Februari 2016
Halaman : 210, BW : 208, Warna : 2
Setelah jedah hampir dua tahun, Syed Thamrin Dahlan kembali menerbitkan sebuah buku yang sangat menarik. Buku ini adalah bukunya yang kedelapan setelah buku perdananya “Bukan Orang Terkenal yang juga diterbitkan oleh Leutikaprio.
Bagi saya pribadi, Syed Thamrin Dahlan bukan hanya seorang teman - karena kita berdua kebetulan dipertemukan Allah untuk sama-sama sekolah di Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, di Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam pada pertengahan tahun 2005 lampau - melainkan juga seorang kakak sekaligus mentor dan motivator.
Syed TD , begitu saya memanggilnya kebetulan adalah mahasiswa tertua di angkatan IX dan karenanya langsung didaulat menjadi ketua kelas dan sekaligus juga kemudian menjadi ketua Iluni atau Ikatan Alumni sejak kami sudah selesai kuliah dan menjadi Alumni. Syed TD juga yang kemudian mengajak saya untuk menulis di Kompasiana dan setelah hampir sebelas tahun dalam pertemanan, kami selalu saling sapa dan juga bakutegur dalam kebaikan.
Membaca buku Magnet Baitullah bagaikan seiring-sejalan dengan membaca buku saya sendiri yaitu “Mengembara ke Masjid Masjid di Pelosok Dunia”. Yang membedakannya hanya dimensi ruang dan waktu. Kalau saya harus bergerak dalam dimensi ruang dan waktu yang maha luas dalam arti geometrik dan geografis, maka membaca buku ini kita bagaikan bergerak dalam dimensi ruang dan waktu yang transedental. Mengalir begitu saja namun penuh makna kearifan yang mempesona. Walaupun hanya di satu masjid, dia banyak berkisah tentang kebaikan yang penuh inspirasi dalam dimensi satu pancawarsa.
Buku ini dibagi dalam empat bagian. Bagian pertama bertemakan “Memakmurkan Baitullah” terdiri dari 10 artikel yang dimulai dengan artikel berjudul “Masjid Harus Menjadi Magnet” yang kemudian dijadikan judul buku ini dengan penjelasan tiga syarat utama memakmurkan masjid yaitu : pertama harus ada kyai atau ulama tetap yang membimbing acara taklim dan prosesi ibadah, kedua harus banyak diadakan kegiatan keagamaan, dan terakhir harus memiliki prasarana yang baik dan nyaman.
Artikel-artikel menarik ada di bagian pertama ini dan saya sangat tertarik dengan artikel berjudul “Buku Tabungan Akhirat”. Artikel ini menginspirasi pembaca untuk mejadi Muzaki atau orang yang kena wajib zakat . “Nabung, koq uangnya nggak boleh diambil sih.....”, demikian artikel ini dimulai dan kemudian dijelaskanlah bahwa ini merupakan salah satu dari 19 program yang ada di Masjid An Nur yang berlokasi di Jalan Raya Bogor KM 21, dimana kebetulan penulis menjadi khadimul atau pelayan di Masjid tersebut. Istilah ini sendiri diinsprirasikan oleh Khadimul Haramain untuk dua masjid suci yang ada di Saudi Arabia.
Bagian kedua diberi tema “Kegiatan Memakmurkan Masjid-masjid” yang terdiri dari 9 artikel yang tidak kalah menariknya dan saling melengkapi dengan sepuluh artikel yang ada di bagian pertama. Dalam artikel yang berjudul “Berbagi kegiatan di Lingkungan Terkecil”, pada halaman 78 kita dapat membaca bahwa visi Masjid An Nur yaitu “Shalat Fardhu Seramai Shalat Jumat” secara lambat namun pasti mulai terlihat hasilnya. Disini penulis mengutip QS At Taubah ayat 18 mengenai orang-orang yang beriman dan memakmurkan masjid.
Namun bagian yang paling sederhana, lugas, dan cergas adalah bagian ketiga buku ini dengan tema “Memperingati Hari-Hari Besar Islam”. Ada delapan artikel yang semuanya berkisah tentang hari-hari besar baik Puasa Ramadhan, Idhul Adha, 10 Muharam dan juga Tahun Baru Islam. Dalam artikel “Mari Sambut Tahun Baru Islam dengan Gegap Gempita” kita juga dapat belajar bahwa ada perbedaan antara tahun baru Masehi dan Hijriah. “Tidak seperti pergantian tahun Masehi yang dirayakan manusia dunia tepat pada pukul 00.00 tengah malam, maka pergantian hari pada hitungan Hijriah terjadi ketika azan Maghrib dikumandangkan” demikan tertulis pada halaman 118 buku kecil yang mungil namun penuh makna dan inspirasi ini.
Buku ini ditutup dengan bagian keempat dengan tema “Sisi Humniora Masjid Jami An Nur”. Asyiknya artikel berjudul Resensi buku “Mengembara Ke Masjid Masjid di Pelosok Dunia” karangan Taufik Uieks menjadi pembuka bagian ini. Ada tiga belas artikel yang isinya memang tentang manusia dan kemanusiaan. Di antaranya tentang anak yatim, ritual memandikan masjid dan juga tradisi makan bersama di nampan.
Singkatnya, dengan membaca buku ini, kita menjadi sadar bahwa masjid bukan semata-mata tempat untuk beribadah saja, melainkan memiliki spektrum yang lebih luas baik sisi kemanusian, sosial, dan juga ekonomis yang dapat ditimbulkan dengan kegiatan-kegiatan di masjid. Tidak salah lagi dengan Membaca Buku Magnet Baitullah ini kita juga sudah memulai satu langkah kecil dalam turut serta memakmurkan masjid. Insya Alllah.