Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Saat-saat Terakhir di Marakech bersama Enam Lansia Yahudi

24 September 2012   06:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:49 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan saya di kerajaan Maroko atau Royaume du Maroc alias Al MamlakahlAl Magribiyah dilanjutkan dari kota rumah putih Casablanca ke kota yang gedung dan bangunannya kebanyakan berwarna merah. Kota ini disebut Marakech dan juga terkenal dengan sebutan Al-Hambra yang berarti merah.Syahdan, kata Maroko juga diambil dari nama kota Marakech ini.

13484692321663380424
13484692321663380424

Dari lapangan terbang internasional Muhammad V pesawat Royal Maroc Airlines yang saya tumpangi hanya perlu waktu kurang dari satu jam untuk tiba dan mendarat dengan sempurna di Bandara Menara Marakech.Perjalanan ke hotel di pusat kota bila dibilang sangat lancar karena kota ini tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu ramai lalu lintasnya.

Marakech memang mempesona, kota ini merupakan perpaduan yang harmonis antara kota tua yang eksotik dimana kita dapat mengembara ke jaman seribu satu malam di pasar yang terkenal yaitu Jamma al Fina, dan sekali gus melihat dan merasakan pemandangan dan suara yang penuh dengan dinamika kehidupan suku Berber di Afrika Utara.Di lorong-lorongnya yang sempit, kita dapat menyaksikan kehidupan yang seakan-akan tidak berubah selama ribuan tahun.

134846937171972607
134846937171972607

Di sisi lain, kita juga dapat melihat suasana modern yang khas Maroko. Jalan-jalan yang lebar di bagian kota baru. Hotel yang besar dan megah namun tetap dengan sentuhan budaya Arab dan Islam. Bahkan sebuah hotel dinamakan mirip dengan istana dan arsitekturnya sangat khas dengan nuansa merah dan hiasan kesukaan para sultan di jaman lalu.

Di pusat kota, saya menyaksikan sebuah hotel yang selintas mirip dengan istana yang berwarna merah.Hiasan relung khas Maroko dan juga pohon-pohon kurma yang berada di halamannya seakan-akan membawa kita ke jaman Ibnu Batuta. Sebuah bendera merah dengan satu bintang juga menghias pintu depan hotel ini.

Memasuki serambi dan halaman tengah hotelini, suasana khas Maroko kian semarak dengan hiasan air mancur, kolam dan juga keramik warna-warni dengan corak yang sangat khas.Sementara warna merah bangunan dan hijaunya pepohonan memberikan atmosfer yang tidak bisa disangkal lagi, Inilah Maroko, inilah Marakech.

13484694231567087650
13484694231567087650

Ketika saya melangkahkan kaki ke jalan raya di dekat hotel ini, saya terpana dengan lebar nya jalan ini. Terasa sangat lebar karena sepinya kendaraan yang lalu lalang.Median di tengah jalan dihiasi dengan lampu taman, air mancur, dan juga kaki lima yang cantik berwarna merah untuk pejalan kaki.Pemandangan ini menjadi kian khas dan menawan karena deretan gedung dan bangunan di kiri kanan median jalan ini semuanya berwarna merah bata khas Marakesh.

13484694451280741803
13484694451280741803

Di sisi jalan, sudah menanti deretan kereta kuda yang akan membawa kami berkeliling ke kota tua.Kereta kuda beroda empat yang dicat warna hijau muda ini ditarik oleh dua ekor kuda hitam yang gagah. Sementara tempat duduknya kelihatan empuk terbuat dari sofa berwarna merah pula.

13484696012028732267
13484696012028732267

Di sudut jalan lain, saya sempat melihat sebuah bus wisata bertingkat dua bertuliskan Marakech Tour. Bus yang lantai atasnya terbuka ini berkeliling kota Marakech dan mengunjungi tempat-tempat menarik dengan nama keren hop on hop off.Bus ini juga dicat warna merah menyala dengan hiasan unta di pintunya.Bus bertambah manis dengan gambar bendera-bendera negara yang bahasanya digunakan dalam rekaman keterangan wisata keliling kota ini.

13484694821076955801
13484694821076955801

Kereta kuda kami pun berjalan untuk berkunjung ke kota tua Marakech. Di sana kami dapat melihat gambar dan suasana hidup peninggalan masa lalu yang menjadi saksi sejarah negri di bagian barat Afrika Utara ini. Sebuah masjid tua yang juga menjadi salah satu ikon kota Marakesh dengan nama Al Koutubiyah masih tegak berdiri walau telah berusia ratusan tahun. Makam-makam kuno dan pasar tradisional pun sempat dikunjungi dalam wisata dengan kereta kuda yang mengesankan ini.

Hiburan malam di Marakech pun tidak kalah meriahnya. Selain menikmati makan malam dengan menu khas seperti couscous, kita juga dapat menonton pertunjukan tari perut yang menggoda. Selain itu masih banyak hiburan tradisional khas Maroko termasuk tari ular. Uniknya semuanya diadakan dalam setting dan latar belakang yang serba merah.

1348469517522883717
1348469517522883717

Namun, setiap ada pertemuan, pasti juga ada perpisahan. Perpisahan saya dengan kota Marakesh dimulai dengan cek in di Bandara Menara untuk kembali ke Casablanca.Ternyata saya datang agak sedikit awal di bandara sehingga setelah selesai cek in masih sempat menikmati suasana bandara yang tidak terlalu ramai ini.

Ketika saya sedang duduk santai, tiba-tiba serombongan lansia mendekati saya. Salah seorang dari mereka dengan ramah meminta tolong untuk menuliskan formulir imigrasi keberangkatanyang ditulis dalam bahasa Arab, Perancis dan Inggris.

Secara keseluruhan , adatiga pasang kakek nenek yang selintas berusia lebih dari enam puluh tahun, berkulit putih dan berambut pirang. Pasti wisatawan dari Eropa, fikir saya dalam hati ketika saya mengambil alat tulis dan dengan perlahan meminta paspor para lansia tadi.

Betapa terkejutnya ketika saya disodorkan enam buah paspor Israel yang berwarna biru itu. Dan denganperlahan-lahan saya pun harus menuliskan nama, tempat tanggal lahir dan juga data pribadi ke enam lansia tadi pada lembar formulir imigrasi.Saya sama sekali tidak tega untuk menolaknya dan ketika saya sudah selesai dengan proses yang aneh ini, dengan ramah saya mengembalikan keenam paspor itu.

Rombongan lansia Yahudi dan berpaspor Israel itu pun dengan sangat ramah menerima kembali dokumen perjalan mereka sambil tidak putus-putusnya mengucapkan “thank you”.Saya sama sekali tidak mengerti mengapa mereka minta tolong kepada saya hanya untuk mengisi formulir tadi.

Sambik menunggu pesawat saya berangkat, saya sempatkan mencari informasi lebih banyak tentang keenam lansia ini. Ternyata mereka adalah orang Yahudi kelahiran Maroko. Menurut ceritanya pada pertengahan abad lalu ketika Negara Israel belum terbentuk, ada sekitar 350 ribu orang Yahudi yang kebanyakan tinggal di Casablanca danMarakech, disamping beberaoa kota besar lain seperti Fez.

Namun gelombang emigrasi orang Yahudi pun mulai ramai setelah tahun 1948. Mereka pada umumnya pindah ke Israel termasuk rombongan enam orang ini ketika mesih berusia di bawah sepuluh tahunan. Kini mereka ingin melihat kembali kota kelahiran dan kota masa kecil mereka sebagai turis Israel yang berkunjung ke Maroko.

13484695521605239614
13484695521605239614

Casa, Casa, boarding”, petugas bandara berteriak-teriak sambil memanggil penumpang agar segera masuk ke ruang tunggu.Saya pun dengan segera pamit kepada rombongan lansia Yahudi tadi. Mereka sekali lagi mengucapkan terimakasihnya dengan tulus sambil melambaikan tangannya.

Ternyata Yahudi juga manusia biasa yang sama seperti kebanyakan kita. Bisa ramah dan tersenyum kepada sesama manusia tidak perduli darimana dan latar belakang kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun