Ketika pertamakali mendengar berita ada nonton bareng film “3 Dara” bersama komik kompasiana , yang terkenang di fikiran adalah film hitam poetih jadoel dengan judul “Tiga Dara” yang tenar di pertengahan tahun 1950an dan dibintangi oleh Chitra Dewi, Mieke Wijaya, dan Indriati Iskak yang berperan sebagai tigak kakak beradik Nunung, Nana, dan Neni.
Namun, ketika hadir di Djakarta Theatre XXI, senin 21 September 2015 lalu, Film yang akan ditonton hanya mencuri judulnya saja. Produksi MNC Pictures ini bukannya mengusung tiga dara cantik sebagai pemerang utama , melainkan Tiga Ndoro yang ganteng dan kaya. Ketiganya adalah Tora Sudiro sebagai Affandi, Adipati Tolken sebagai Jay, dan Tanta Ginting sebagai Richard.
Sehabis pendaftaran, kami dibagikan tiket untuk nonton di Teater 2 dan juga sebuah tas kecil bertuliskan “3 Dara”. Setelah dilihat isinya ternyata sebuah kaos bertuliskan 3 Dara berwarna pink dan sebuah kerudung cantik. Luamayan sebagai kenangan dan bukti nonton perdana film ini.
Lalu, apa sih inti cerita dan keistimewaan film “3 Dara “ sehingga patut ditonton? Film ini bergenre drama komedi yang mengambil seuatu fenomena kebetulan yang sebenarnya kurang masuk dinalar. Ketiga tokoh utama kita adalah pria yang dalam hidupnya selama ini kurang menghargai wanita. Affandi serang pengusaha sukses yang sudah menikah 20 tahun, diperkenalkan sebagai pria yang bisa membut istrinya selalu menderita, sedangkan Jay adalah pria yang selalu menggantungkan waktu penrikahannya dengan sang pacar. Terakhir Richard adalah pria yang cukup happy dengan Long Distant Relationship.
Namun “3 Ndoro” ini akhirnya berubah jalan hidupnya karena suatu insiden di klab malam dimana mereka sempat melecehkan seorang pramuria bersuara khas lucu bernama Mel . Mel secara tidak sengaja sempat mengutuk agar mereka bertiga bisa merasakan jadi perempuan yang disepelekan oleh laki-laki.
Lucu nya kutukan ini seakan-akan memang sakti ketika pada adegan berikutnya ketiga Ndoro tersebut berubah perasaannya. Affandi menjadi lebih feminin dengan mulai memperhatikan karyawatinya. Kalau dulu karyawati yang hamil hanya diberi 2 bulan cuti, sekarang dengan ramah dikasih tiga bulan. Demikian juga dengan Jay mulai sibuk mempersiapkan pernikahan dan Richard yang ikut kursus yoga.
Kisah semakin menggenaskan ketika mereka kemudian berusaha mencari Mel untuk minta maaf dan mencabut kutukannya. Adegan kejar-kejaran antara Indra Birowo yang berperan sebagai suami Mel dan Tora Sudiro membuat film ini kian jenaka, lucu, menghibur, dan patut ditonton.
Lalu siapa sih sebenarnya master mind dalam kisah yang membuat Tiga Ndoro ini menjadi begitu jinak? Kalau kita simak alur ceritanya, konspirasi antara Rianti Cartwright yang berperan sebagai psikolog Dr. Windy dan Hengy Soelaiman yang berperan sebagai dokter bedah Dr Hengky lah yang membuat kutukan Mel seakan-akan menjadi nyata. Sesungguhnya mereka lah pemeran utamanya sementara Tiga Ndoro hanyalah korban cerita.
Film jenaka ini, setiap adegannya bisa membuat kita tersenyum walaupun pemainnya tidak melucu. Namun sang sutradara yang juga mengaku sebagai yang punya ide cerita, Ardy Octaviano masih berbaik hati. Akhir cerita dibuat happy ending.
Ingin tahu bagaimana sih happy endingnya? Saksikan saja Tiga Ndoro di cinema di dekat anda!
Jakarta, 25 Sepetember 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H