Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Masjidku Istanaku : Lawatan ke Masjid-masjid di Mancanegara (9)

21 Agustus 2011   05:58 Diperbarui: 5 Agustus 2015   18:35 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Pengembaraan kami mencari rumah Allah di negri tirai bambu kali ini menuju ibu kota Propinsi Sichuan, Chengdu. Tepat di pusat kota , terletak Tian Fu Square. Lapangan ini berfungsi sebagai alun-alun kota berpenduduk lebih dari 14 juta jiwa ini. Di lapangan ini juga terdapat sebuah patung raksasa pendiri Republik Rakyat Cina, pemimpin Mao yang dengan gagah mengacungkan tangannya seakan-akan menyapa semua wisatawan ataupun penduduk yang melintas. Keberadaan patung ini mengingatkan kita bahwa komunisme masih berkuasa di negri yang sangat kapitalis ini.

Namun , seperti kota-kota di jawa, seandainya ada alun-alun maka di bagian baratnya akan terdapat sebuah masjid agung. Mungkin hanya sebuah kebetulan bahwa di Chengdu, di sebelah barat Tianfu Square juga terdapat sebuah masjid , yang walaupun agak sedikit tersembunyi di jalan kecil di antara pencakar langit di kota ini, masih menyimpan kharismanya bagaikan sebuah istana. Tidak percuma masjid ini dinamakan Masjid Huangcheng atau Masjid Tembok Istana.

 

Masjid dengan banyak Menara Beratap kelenteng

Dari kejauhan, masjid ini lebih tampak seperti istana kuno dengan menaranya yang ada di setiap sudut. Uniknya menara ini memiliki atap dengan arsitektur tradisional kelenteng Cina.

 

 

Memasuki pintu gerbangnya di lantai dasar yang menyambut kami adalah sepasang plakat yang ditempelkan pada dinding marmer. Disebelah kanan pintu adalah tulisan dalam bahasa Arab, Cina , dan Inggris yang menunjukan bahwa di tempat ini adalah Markas Besar Sichuan Province Islamic Association sekaligus Chengdu City Islamic Association . Sedangkan di sebelah kiri alamat masjid yang di no 2 Xiao He jie (Jalan Xiao He). Dan juga dalam tiga bahasa menyebut nama masjid ini: Masjid Hungcheng Madiniya Chengdu, demikian tulisannya dalam bahasa Arab.

Memasuki pintu ini, kita akan sampai di lantai dasar yang berfungsi juga sebagai tempat parkir. Lantainya sendiri terbuat dari marmer bermotif dengan warna kuning dan coklat tua yang dominan. Terdapat beberapa mobil sedang diparkir. Pada sebuah tiang terdapat lagi sebuah prasasti yang menjelaskan sekilas sejarah masjid ini. Di sampingnya ada sebuah papan pengumuman portable berwarna hijau. Sayangnya semuanya ditulis dalam bahasa Cina.

 Di sudut , ada sebuah toko yang mejual souvenir dan juga buku-buku mengenai Islam. Kebanyakan dalam bahasa Cina. Selain itu juga ada toko kecil menjual makanan dalam kemasan dan makanan khas Sichuan.

Masjidnya sendiri ternyata ada di lantai atas. Dan ada dua tangga di sudut depan lantai ini yang memang dibuat simetri untuk sampai di lantai atas. Sesampainya di atas, kita cukup terkejut, karena akan sampai di taman terbuka yang juga dilengkapi dengan pepohonan .

 

Sebuah gapura dengan model perpaduan islam dan Cina menyambut pengunjung. Atapnya bersusun dua dengan genteng keramik berwana hijau. Sementara lisnya dicat kuning tua, Warna kuning ini nanti akan mendominasi masjid ini. Ada empat karakter Cina tertulis di pintu gerbang ini: Kai Tian Gu Jiao artinya kira-kira adalah Agama yang paling terdahulu. Gapura ini berdiri di lapangan depan yang ditutupi ubin putih bermotif lingkaran.

 

Setelah itu barulah kita memasuki bangunan dengan melewati lagi pintu gerbang untuk sampai ke halaman tengah masjid. Halaman tengah ini juga ditutupi ubin putih dan di sekelilingnya dipenuhi tumbuhan berbagai jenis bonsai yang di tanam dalam pot ukuran besar. Sebenarnya kita dapat menuju bangunan mesjid utama di seberang tanpa melalui halaman tengah yang terbuka , tetapi melalui koridor yang tertutup atap berwarna hijau. Pagar korodior sekaligus berfingsi sebagai kursi dari kayu berwarna coklat tua. Modelnya mirip dengan koridor yang ada di Istana musim Panas di Beijing dan Temple of Heaven di Beijing. . Yang membedakannya adalah warna coklat dan juga relung-relung pembatasnya yang bercirikan Islam.

Di atas koridor ini juga bangunan-bangunan bertingkat dua dengan jendela besar model islam dan atap besusun warna hijau model Cina. Benar-benar sebuah perpaduan yang unik dan harmonis.

 

Harmoni antara Karpet dan Lantai

Kami menuruni anak tangga menuju halaman tengah untuk kemudian menaiki kembali anak tangga menuju bangunan utama. Bangunan utama juga berlantai dua dengan model yang sama. Jendela besar dan atap warna hijau. Di sudutnya terdapat menara khas cina beratapkan genteng hijau. Di pintu bangunan utama terdapat kaligrafi yang ditukis dengan tinta emas dengan latar belakang hitam. Benar-benar kontras dengan warna tembok yang di cat putih, jendela dan pintu kayu yang berwarna coklat tua, hiasan yang berwarna kuning dan atap yang berwarna hijau.

Memasuki pintu pertama , kita akan sampai di beranda. Untuk mengambil wudhu, ada di bagian samping ruangan sholat. Pria di sebelah kiri dan wanita di sebelah kanan. Di sudut tergantung jam dinding yang menunjukan waktu sholat. Selain itu sebuah papan pengumuman dalam bahasa Cina yang juga dilengkapi lima jam kecil.

Kesan pertama ketika memasuki masjid adalah leganya ruangan. Tampak langit-langit yang tinggi dan rancangannya yang sederhana. Jendela besar dan terbuka membuat sirkulasi udara sangat baik. Lantai terbuat dari kayu berwarna coklat muda dan ditutupi karpet berwarna hijau . Uniknya karpet tidak menutupi seluruh lantai tapi memberikan jarak sekitar 15 sentimeter antara tiap saf. Karpetnya dihiasi lukisan flora berwana kuning emas dan kaloigrafi cina. Langit-langitnya di cat putih dan dilengkapi beberapa kipas angin model baling-baling.

 

Melihat luasnya ruangan diperkirakan bisa menampung sekitar 800 jamaah.. Di atas mihrab ada hiasan kaligrafi berwarna kuning emas dengan warna dasar biru muda. Kaligrafi yang tengah beraksara arab berbentuk lingkaran dan diapit oleh kaligrafi Cina yang ditulis memanjang ke bawah. Sebuah perpaduan yang harmonis pada dinding yang di cat putih dan bagian bawah yang berwarna kuning kecoklatan. Sebuah mimbar dari kayu yang bermahkotakan kubah dengan hiasan bulan bintang tampak di sudut kanan mihrab sementara jam duduk raksasa berwarna coklat di sudut kiri.

 

Sedikit tentang Islam dan Sejarah Masjid Huang Cheng

Menurut keterangan pada prasasti, masjid Huang Cheng pertama kali dibangun pada abad ke 17 pada masa dinasti Qing. Yaitu pada tahun kelima pemerintahan kaisar Kang Xi (1677). Kemudian diadakan renovasi pada 1858. dan merupakan masjid terbesar di Sichuan. Luas bangunannya lebih dari 6000 meter persegi. Pada 1917, masjid ini mengalami kerusakan parah akibat perang yang berkecamuk dan juga mengalami kerusakan pada saat jaman jepang dan kemudian direnovasi kembali pada sekitar 1977.

Di depan masjid ini, yaitu Xiao He Jie, banyak terdapat pedagang kaki lima yang menjual makanan muslim seperti bermacam-macam sate dan juga roti, Kebanyakan penjualnya dari etnik uighur dan harganya relative sangat murah.

 

Kejujuran yang mengagumkan

Sebelum meninggalkan masjid ini saya sempat mampir kembali ke toko di lantai dasar masjid dan membeli beberapa makanan kecil. Setelah itu kami berjalan menyusuri Xiao He Jie dan duduk santai di kaki lima menikmati sate dan kebab yang lezat, segar dan murah. Tiba-tiba si penjaga toko  memanggil-manggil saya sambil menunjukan selembar uang 5 Yuan dan menyuruh saya membuka dompet . Rupanya dia kurang mengembalikan belanjaan saya yang sekitar 23 Yuan yang saya bayar dengan lembaran 100 Yuan. Akhirnya dia menyerahkan uang 5 yuan tadi. Benar-benar suatu kejadian yang mengharukan di depan Masjid Huang Cheng yang boleh saya sebut sebagai Masjidku Istanaku.

(Telkomsel Ramadhanku)

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun