Distrik Xuanwu di Beijing adalah tempat favorit saya setiap kali ke Beijing. Di daerah ini, yang merupakan salah satu distrik dengan penduduk muslim terbanyak di ibukota Republik Rakyat Cina , dengan mudah dijumpai beberapa masjid,restoran muslim dan tempat-tempat lain yang menarik. Menurut perkiraan, dari sekitar 200 ribu penduduk muslim di Beijing lebih dari 15 ribu bermukim di distrik Xuan Wu.
Secara kebetulan pula, pada beberapa kali kunjungan ke Beijing, saya juga selalu menginap di daerah ini. Dan setiap kali ke Beijing, tempat yang pertama kali saya kunjungi adalah Niujie libaishi atau Masjid Niujie, yang terletak di Niujie no 88.
Yang menarik adalah, masjid ini tetap abadi, seperti kunjungan saya pertama kali ke masjid ini lebih dari 14 tahun yang lalu maupun kunjungan saya kali ini. Tetapi daerah sekitarnya berubah dengan sangat cepat. Empat belas tahun yang lalu , kalau kita berkunjung ke daerah sekitar Niujie libaishi, seakan-akan kita berada di pinggiran kota Beijing. Banyak terdapat restoran kecil sekitar masjid yang menjual makanan halal . Ciri khasnya adalah semacam plat hijau ditempel di atas pintu rumah atau toko bertuliskan Bismillahirahmanirrahim dalam bahasa arab.
Sekarang, bangunan , dan rumah-serta restoran kecil tersebut sudah hampir tidak ada. Semua berganti dengan bangunan pencakar langit . namun suasana Islami tetap tidak berubah, di bagian bawah pencakar langit itu , bertebaran restoran, supermarket dan toko yang menjual keperluan masyarakat muslim. Namun , agak menjauh sedikit dari Niujie, kita masih dapat menjumpai beberapa restoran muslim yang kecil.
Kalau Mau Gratis, Pakailah Peci Haji
Yang membedakan dengan kunjungan pada empat belas tahun yang lalu adalah, tiket masuk ke masjid. Pengunjung non muslim akan dikenakan tiket sebesar 10 Yuan. Lantas bagaimana membedakan jemaat dan wisatawan? Cina muslim selalu mengenakan kopiah haji berwarna putih, jadi kalau tidak mengenakan kopiah akan dianggap sebagai turis dan harus membeli tiket. Namun untuk yang wanita, kalau kita mengenalan pakaian muslimah sudah pasti tidak akan ditanyakan tiket.
Masjid dengan Perpaduan Arsitektur Cina dan Arab
Dari luar, kompleks masjid seluas lebih dari 6000 meter persegi ini kelihatan seperti sebuah kelenteng Cina. Model eksterior nya memang bergaya tradisional Cina, namun disain interiornya merupakan harmonisasi antara arsitektur Arab dan Cina
Memasuki pintu gerbang , sudah banyak sekali terlihat baik jemaah maupun wisatawan,. Masjid ini memang tidak pernah sepi. Seusai melewati gerbang, ada dinding besar sepanjang kira-kira 40 meter yang bagian bawahnya terbuat dari marmer. Pada dinding ini, digambarkan relief yang menggambarkan kebahagiaan dan keberuntungan. Tentu saja tidak ada gambar manusia atau hewan di relief ini.
Menara Untuk Melihat Bulan.
Setelah melewati gerbang, pemandangan pertama yang kita lihat adalah menara berlantai dua setinggi kira-kira 10 meter. Menara berbentuk segi enam ini disebut Menara Melihat Bulan, karena selain digunakan untuk mengumandangkan azan, juga digunakan untuk “rukyat” dalam menentukan awal bulan Ramdahan dan juga awal bulan Syawal.
Ruang untuk wudhu juga terpisah dari ruang masjid utama yang digunakan untuk sholat. Memasuki bangunanan utama untuk sholat pria , tampak sebuah ruangan yang didominasi oleh tiang-tiang berwana merah kecoklatan. Di tiang yang berbentung relung khas islam dituliskan banyak sekali kaligrafi berupa ayat-ayat Al-Quran. Selain itu lukisan bermotif bunga serta hiasan kaca juga mendominasi ruang sholat. Langit-langitnya berupa panel segi empat yang setiap sudutnya dihiasi desain lingkaran berwarna merah, kuning, hijau, dan biru.
Bangunan utama dapat menampung lebih dari 1000 orang. Namun pada setiap sholat Jumat, jemaah juga sampai meluber sampai ke halaman. Selain itu juga terdapat bangunan untuk ruang sholat khusus untuk wanita.
Melihat makam Imam dari Persia
Menurut sejarahnya masjid ini dibangun pertama kali pada tahun 996, sekaligus menjadi yang tertua di Beijing. Para pendatang atau saudagar dari Arab dan Persia lah yang pertama kali membangun masjid ini.
Di sebelah tenggara bangunan utama terdapat dua makam imam yang terbuat dari bata berwarna hitam. Pepohonan rindang menaungi makam tersebut. Selain itu juga terdapat prasasti logam yang menjelaskan sejarah Islam di Cina.Pada batu nisan masing-masing tertulis nama kedua imam : yaitu Imam Ahmad Burdani dan Imam Ali yang meninggal pada tahun 1320 dan 1283.
Di sebelah kiri dan kanan bangunan utama juga terdapat pavilion khusus yang meyimpan prasati batu yang menjelaskan sejarah masjid Niujie. Selain itu juga dipamerkan maket masjid, Al-Quran dan barang-barang peninggalan para imam serta beberapa souvenir para tamu penting dari luar negri yang mengunjungi masjid ini. Penjelasan tentang barang-barang yang dipamerkan ditulis dalam bahasa Cina, Inggris , dan Arab.
Menurut keterangan yang ada , Masjid juga mengalami beberapa kali perluasan dan renovasi. Pada masa dinasti Ming (1442) masjid ini direnovasi dan kemudian diperluas pada jaman dinasti Qing(1696). Setelah terbentuknya Republik Rakyat Cina, masjid juga mengalamani beberapa kali renovasi yaitu pasa 1955, 1979, dan 1996.
Setiap kali berkunjung ke tempat ini, terasa sekali persaudaraan umat Islam yang kental dan tidak memandang bangsa dan ras. Walaupun kota Beijing terus berubah, masjid ini akan terus ada dan abadi sampai akhir jaman, Ke tempat yang pantas disebut masjid abadi inilah saya akan kembali setiap kali mengunjungi kota Beijing. Semoga.
(Telkomsel Ramadhanku)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H