[caption id="attachment_158047" align="alignnone" width="604" caption="Air Mancur di dalam Masjid Sultan Hassanal Bolkiah"][/caption]
Brunei, merupakan negeri tetangga yang letaknya di bagian utara pulau Kalimantan yang disebut juga dengan “Borneo”. Negri yang terkenal dengan kemakmurannya ini berpenduduk sekitar 350 ribu orang saja dan juga terdiri dari berbagai etnis. Salah satunya adalah etnis Cina yang juga merupakan salah satu etnis yang sudah bermukim di Brunei sejak ratusan tahun yang lalu dan hidup berdampingan dengan etnis Melayu, sedikit India, dan juga beberapa etnis yang disebut sebagai “Orang Asli”. Jadi etnis Melayu sendiripun merasa sebagai bukan “Orang Asli”?
Karena itu tidaklah “menghairankan” kalau tahun baru imlek pun dirayakan di Brunei, baik di ibukota “Bandar Seri Begawan” yang akrab disebut “Bandar” saja atau dengan akronim “BSB”, maupun di kawasan Tutong, Belait dan bahkan Temburong. Kemeriahan ini sangat terasa di pusat pertokoan yang tersebar di Bandar seperti di Yayasan Sulatan Haji Hassanal Bolkiah, dan juga di kawasan Gadong seperti di Centrepoint dan sekitarnya. Sedangkan kegiatan keagamaan dipusatkan di kelenteng yang terletang di Jalan “Kianggeh”.
Pendek kata , semua kaum atau puak yang ada tujuh di “Negara Brunei Darussalam” ini pun turut baik secara langsung maupun tidak langsung merayakan dan mengucapkan “Gong Xi Fa Cai”.
[caption id="attachment_158048" align="alignnone" width="453" caption="Masjid di BSB"]
Bahasa Brunei: Bahasa Melayu dengan Sentuhan Khusus
Dalam tulisan ini, akan sedikit dibahas mengenaibahasa yang digunakan di Brunei. Tentu saja bahasa Inggris dan berbagai dialek Cina digunakan dengan luas disana. Namun kedudukan bahasa Melayu yang merupakan bahasa nasional sangat penting. Sekaligus penggunaan huruf jawi juga menjadikan suasana cukup khas di negri Sultan Bolkiah yang dijuluki “Abode of Peace” ini
[caption id="attachment_158049" align="alignnone" width="604" caption="Suasana di dekat Kampong Ayer"]
Brunei, merupakan negeri serumpun yang menggunakan Bahasa Melayu, sehingga secara umum pengguna bahasa Indonesia tidak akan mendapatkan kesulitan berarti untuk berkomunikasi. Akan tetapi, banyak juga istilah bahasa Brunei sehari-hari yang cukup unik dan kalau kita tidak mengerti dapat terjadi kesalahpahaman dalam berinteraksi.
Suasana Brunei akan langsung dijumpai kalau kita menggunakan pesawat “Royal Brunei Airlines” atau dalam bahasa tempatan disebut “Penerbangan Diraja Brunei”. Pramugari akan mengucapkan selamat datang dalam Bahasa Melayu dan Inggris, dan sitilah pertama yang akan menarik dan sedikit menggelitik di telinga orang Indonesia adalah istilah “Awda”.Dalam berbagai pengumumuman akan disebutkan istilah “awda” sebagai pengganti kata “anda” dalam bahasa Indonesia.Pertama kali mendengar istilah ini, tadinya saya mengira bahwa pramugari salah mengucapkan alias terkecoh lidah atau mungkin telinga saya yang sedang sedikit “konslet”. Ternyata dalam bahasa Brunei. Awda merupakan terjemahan dari Anda!
[caption id="attachment_158050" align="alignnone" width="604" caption="Masjid Sultan Bolkiah di Gadong"]
Selain itu,setelah kita tinggal cukup lama, dan kemudian memiliki beberapa teman orang Brunei, maka kita pun akan mulai bersahabat dengan beberapa istilah yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kalau ingin lebih pandai dengan bahasa baku. Bolehlah kita setiap hari membaca surat khabar tempatan ‘Borneo Bulletin”.
Salah satu istilah yang cukup menarik adalah ucapan “Bah”.Kata ini saya sendiri tidak tahu arti sebenarnya. Biasanya diucapkan sebagai pengganti kata “Ya” dalam bahasa Indonesia. Namun tidak selalu berarti iya. Tidak pun bisa diucapkan dengan “Bah”. ?Selain itu masih ada istilah "inda" yang bisa berarti tidak atau bukan.
Asyiknya bicara dalam bahasa Brunei dapat diperhatikan dengan banyaknya penggunaan akhiran atau imbuhan ni atau nih. Sehingga untuk menyebut kita, orang di Brunei lebih suka menyebut dengan kitani. Untuk menanyakan siapa akan diucapkan dengan siapani dan lain sebagainya.
Selain itu akhiran wah atau kadang-kadang terdengar seperti “Wo” juga sering terdengar. Penggunaannya hanya terdapat dalam bahasa percakapan dan sebenarnya tidak memiliki arti khusus. Mungkin hanya sebagai pemanis bahasa seperti juga istilah eeuuy atau tea dalam Bahasa Sunda.
Jadi kalau “awda” sempat melancong ke Brunei, jangan lupa ber “nih” , “wo” , dan “bah” ria! Selamat Tahun Baru Cina. Gong Xi Fa Cai!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H