Port Moresby, ibu kota Papua New Guinea merupakan kota terbesar di negri yang berada di bagian timur Pulau Papua, pulau yang arkian merupakan pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland di utara Kanada sana.Kota yang berpenduduk hanya sekitar 500 ribu jiwa ini memiliki status sama seperti propinsi lainnya di PNG dan memiliki nama resmi NCD atau National Capital District.
Dari Jackson international Airport, jarak ke pusat kota hanya sekitar 10 kilpmeter alias 7 mil saja. Namun setibanya di Bandara terbesar di PNG ini, kamitidak langsung ke pusat kota melainkan hanya menginap di salah satu hotel terbaik di Port Moresby yang berada di kawasan 7 Miles dan berjarak hanya sekitar 5 menit dari Bandara.
Sebuah mini van sudah siap menjemput dan dalam waktu hanya 3 menitkendaraanpun tiba di gerbang hotel. Yang membedakannya dengan hotel-hotel lain yang pernah saya inapi adalah pintu gerbang yang selalu tertutup rapat dan dijaga oleh sekuriti yang cukup ketat. Htel juga dikelilngi oleh tembol tinggi dengan pagara kawat berduri. Wah mirip penjara saja! Kata kolega saya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Pengamanan di hotel ini memang cukup ketat, untuk masuk ke lift kita harus punya kunci akses, demikian juga untuk pindah dari koridor ke koridor lain dan bahkan ke restoran yang ada di lantai 7.Di lobby , banyak dipajang foto-foto pembesar dan petinggi dari berbagai negara sahabat yang pernah menginap di hotel ini, di antaranya mantan Presiden Amerika Bill Clinton dan juga mantan Presiden SBY.
Tepat di pintu lobby, selain satpam yang berseragam putih hitam lengkap dengan topinya yang gagah, ada juga sekuriti dengan seragam hitam-hitamyang beresenjata terhunus selalu siap siaga ditangan.Pengamanan lengkap seperti ini bukannya membuat kita merasa aman, tetapi membuat saya bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan kota Port Moresby ini?.
Sebagian pertanyaan ini terjawab sudah ketika pihak concierge juga melarang kami untuk berjalan kaki keluar hotel.Kami hanya boleh bepergian dengan mobil atau taksi resmi yang dipanggil oleh hotel. Ketika sempat berkelana ke pusat kota alias CBD Port Moresby, suasana sebenarnya biasa-bisa saja. Namun hampir setiap bangunan baik hotel dan perkantoran selalu dijaga ketat dan dikelilingi tembok tinggi berhiaskan kawar berduri dan juga kamera CCTV.
Di jalan-jalan, tampak PMV alias People Mover Vehicle yang merupakan angkutan umum dalam kota untuk rakyat kebanyakan kota Port Moresby, namun yang berkeliaran di jalan dengan bebas umumnya hanya mereka yang ras Melanisia dan berkulit hitam manis. Walaupun PNG merupakan negara yang multi etnis dan ras dan banyak pekerja asing di Port Moresby, mereka kebanyakan bepergian selalu dengan kendaraan pribadi dan menghindari kawasan tertentu di waktu malam.
“Port Moresby is one of the most dangerous capital city in the world”, demikian komentar resepsionis yang ada di hotel ketika saya sempat berbincang-bincang dengan gadis manis yang berwajah Asia Tenggara. Ternyata gadis ini berasal dari Filipina seperti mudah diduga dari aksen berbicaranya yang khas.
“I am not familiar with the city because I am not from here”, jawabnya ketika saya minta saran tempat-tempat wisata dan belanja yang wajib dikunjungi di Port Moresby.Ketika saya iseng bertanya berapa lama gadis resepsionis tadi sudah bekerja di hotel ini jawabannya sangat mengejutkan saya.
“I have been working here for more than 6 months and I have never been to the city”. Ternyata bagi gadis itu kota Port Moresby juga dianggap tidak amansehingga dia hanya bekerja di hotel dan tinggal juga di asrama yang disediakan hotel di kawasan sekitar.
Bagi gadis itu, dalam waktu enam bulan ini, dia hanya mengenal Jackson International airportdan juga hotel tempatnya bekerja sebagaipenjara mewah.!
Port Moresby 15 January 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H