[caption caption="Toko Sakura"][/caption]Setelah mengembara ke mausoleum ayah dan anak Chiang di Cihu, shuttle bus pun membawa saya kembali ke Zhongli. Dari sini dengan kereta TRA saya kembali ke pusat kota Taipei. Untuk mencari rute lain, saya turun satu stasiun sebelum Taipei Main Station, yaitu di Wanhua. Kemudian sedikit berjalan kaki dan sampai di Stasiun metro Longshan Temple.
[caption caption="suasana resto"]
[/caption]Dari sini, saya naik metro Ban Nan Line meuju Ximen, dan kemudian pindah Shong San Xin Dian Line menuju ke
Taipower Buliding Station. Tujuannya adalah mencari warung makan khas Indonesia yang menurut petunjuk Mbak Citra ada di dekat stasiun ini. Saya kemudian mengambil exit no 1 dan berjalan sekitar 100 meter saja untuk menjumpai sebuah restoran kecil bernama
Toko Sakura.
Saya masuk ke restoran. Suasananya sedang sepi. Maklum waktu makan malam belum tiba. Ketika itu , sekitar pukul 5.30 waktu setempat. Di meja hanya ada seorang lelaki yang sedang duduk dan menonton TV. Rupanya mas ini adalah pegawai di restoran ini yang menjalankan multi fungsi, sebagai pelayan, tukang masak dan juga kasir.
[caption caption="menu"]
[/caption]Di dinding, terpampang deretan menu lengkap dengan gambar dan harganya. Lumayan, semuanya masakan Indoensia yang menggugah selera. Ada soto, mie goreng, nasi goreng, bakso, dan berbagai macam menu lainnya. Harganya juga cukup ramah di kantong. Saya memesan Mie Ayam dan segelas teh hangat. Sang penjaga restoran segera masuk ke dapur untuk memasak pesanan tersebut.
[caption caption="halal dan kedaluwarsa"]
[/caption]Di bagian dinding lain terpampang setifikat halal yang dikeluarkan oleh “
The Chinese Muslim Association” . Dalam sertifikat ini dijelaskan bahwa selain dimiliki oleh orang Muslim, restoran ini juga mempekerjakan tukang masak yang juga orang Muslim. Namun yang cukup menggelitik adalah bahwa sertifikat ini bertarikh 22 Maret 1013 dan berlaku sampai 21 Maret 2014. Wah sudah hampir dua tahun kadaluwarsa!
[caption caption="cendol"]
[/caption]Tepat di bawah sertifikat halal ini adalah lagi pengumuman dalam bahasa Mandarin dan Indonesia “Restoran Muslim Harap Tidak Membawa Makanan Luar , Beer dan Hewan Kesayangan ke Dalam. Mohoo Maaf atas Kekurangan. Terima Kasih”. Dan lucunya ada tulisan tangan “
Es Cendol 50 NT” di bawahnya.
[caption caption="mini market"]
[/caption]Sementara di rak dipajang berbagai jenis makanan dan keperluan sehari-hari yang khas Indonesia. Selain mi instan, ada juga biskuit, sabun, shampoo, pasta gigi, teh, kopi, dan makanan kecil seperti kerupuk. Suasananya mirip mini market di tanah air.
Tak lama kemudian, semangkok mie ayam yang masih mengepul hangat tersaji di meja. Dalam waktu singkat mie ayam beserta sambal yang lumayan lezat pun ludes. Ketika sedang menikmati teh hangat tawar, masuk seorang perempuan berumur sekitar 30 tahunan lebih. Dia membeli beberapa barang dan kemudian bercakap-cakap dengan saya.
[caption caption="mie ayam"]
[/caption]Akhirnya saya ketahui bahwa perempuan ini sudah bekerja cukup lama di Taiwan. Kalau ditotal lebih dari 12 tahun. “Kampung saya di ......... di Jawa Timur”, jawabnya sambil kembali menanyakan dimanakah saya bekerja. Percakapan kemudian bertambah melebar ke bahasa Mandarin yang digunakan di Taiwan.
[caption caption="suasana resto"]
[/caption]“Selain Bahasa Mandarin, di Taiwan juga digunakan Taiwan Wa”. Tukas perempuan tadi. “ Apa itu Taiwan Wa?” Tanya saya kemudian dan setelahnya saya mendapat pelajaran gratis tentang Taiwan Wa yang merupakan bahasa lokal Taiwan . Bahasa ini memiliki dialek yang sangat berbeda dengan bahasa Mandarin. Contohnya adalah “Kam Shia” untuk terimakasih yang ternyata mirip dengan Bahasa Hokian.
Kemudian perempuan tadi bercerita bahwa sebelum dikirim untuk bekerja ke Taiwan, sudah belajar kilat selama sekitar 6 bulan percakapan bahasa Mandarin. Namun ketika sampai ke Taiwan dan bekerja di rumah majikan, ternyata sang nenek yang dirawat hanya bisa berbicara Taiwan Wa. Sehingga sedikit demi sedikit dia mulai belajar dialek lokal Taiwan dan sekarang sudah cukup fasih bercakap-cakap dalam bahasa yang ternyata merupakan salah satu varietas dialek Bahasa Hokian.
Lihat Travel Story Selengkapnya