Dari Bayoun, perjalanan di lanjutkan sejenak mampir di pusat kerajaan Khmer, yaitu Angkor Thom yang berupa reruntuhan istana. Tidak banyak yang tertinggal selain luasnya kawasan yang sebagian besar sudah menjadi hutan kembali. Yang masih dapat dinikmati adalah teras berelief gajah dan juga Leper king atau Raja Kusta.
“Masih ingat film Tomb Raider?” tanya Syukri lagi. Kemudian dia berkata bahwa kita akan melihat candi yang pernah menjadi tempat syuting film tersebut. Tut-tuk yang dikemudikan Syukri kali ini berjalan cepat menunju ke Ta Phrom, sebuah kuil atau candi yang dibangun oleh Raja Jayawarman VII yang dulunya terkenal dengan nama Rajavihara.
Syukri meninggalkan kami di pintu gerbang sebelah barat dan berjanji akan menunggu kami di pintu gerbang timur. Singkatnya perjalanan antara pintu gerbang barat dan timur ini sekitar 2 kilometer dan ditambah berputar-putar di dalam kompleks , total jalan kaki bisa antara 3 atau 4 kilometer. Lumayan juga nih olah raganya.
Memasuki pintu gerbang barat, sebuah papan bergambarkan bendera Kamboja dan India berkisah tentang Kerjasama antara India dan Kamboja untuk konservasi dan restorasi Candi Ta Prhom . Sesudah itu sebuah jalan yang lurus, terbuat dari tanah, dan diteduhi pohon rindang merupakan jalan utama menuju candi. Berjalan disini, kita akan dihibur oleh alunan musik yang dimainkan oleh korban ranjau yang juga menjual karya musik mereka dalam bentuk CD.
Mendekati candi , pemandangan yang menakjubkan terpampang di depan. Reuntuhan, bongkahan batu yang berserakan dengan nomer kode , tiang-tiang dan atap batu khas Khmer, tembok pagar dan pohon raksasa yang akarnya melingkari bebatuan yang bersatu padu menyambut semua yang datang ke Ta Phrom. Batu dan pepohonan itu seakan-akan berkata: “Jangan ceraikan kami, sudah berabad-abad kami bersatu!”.
Perpaduan bebatuan dan pohon ini memang memberikan aura magis tersendiri. Lingkaran akar dan dahannya sudah merangkul dan melilit sedemikian rupa sehingga kalau pun dipisahkan , hampir dapat dipastikan bahwa sebagian besar bangunan yang masih utuh itu pun bisa runtuh.
Sesampainya di bagian timur bangunan candi, kami bertemu dengan rombongan wisatawan dan akhirnya masuk ke dalam kompleks bangunan utama. Di sini, kita berjalan di dalam lorong-lorang candi yang masih utuh dan sekaligus bertemu dengan dahan, batang, akar, dan dedaunan yang bukan lagi hanya tumbuh di halaman, tetapi tumbuh di mana saja di bangunan kompleks candi yang dibangun pada akhir abad ke xii ini.
Sayangnya di dalam bangunan utama, suasana cukup ramai sehingga untuk menuju gerbang timur, kami diharuskan mengitari seluruh bagian dan sudah diatur arah kunjungan yang hanya satu arah. Maklum cukup banyak wisatawan yang ada di Ta Phrom. Suasana ini sangat kontras dibandingkan kunjungan pertama kali ke sini sekitar delapan tahun yang lalu. Saat itu, saya dapat menikmati keindahan dan misteri Ta Phrom dengan pepohonannya dalam kesunyian. Saat itu hanya seorang diri yang ada, tidak ada wisatawan lain, tidak ada pemandu wisata.
Setelah puas menikmati perpaduan yang saling menguntungkan di antara bebatuan, reruntuhan, dan pepohonan, kaki akhirnya dilangkahkan menuju pintu gerbang timur. Kembali kita berjalan melewati jalan tanah yang dinaungi pepohonan rindang serta alunan musik para koraban ranjau. Di suatu tempat banyak wistawan sedang asyik mengambil foto yang ternyata seekor laba-laba yang sedang merangkai sarangnya di dedahanan dan dedaunan.
Di Ta Phrom inilah kita dapat merenungi arti seruan untuk berkunjung ke Angkor dan mengagumi reruntuhannya.
Angkor, Agustus 2015
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!