Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Madres de Plaza De Mayo, Kamisan Ala Argentina

19 Januari 2025   07:01 Diperbarui: 19 Januari 2025   07:01 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Setiap Kamis sore, jika Anda kebetulan melintas di depan Istana Merdeka di Jakarta, Anda akan menemukan sekelompok orang berkumpul dengan pakaian serba hitam dan payung hitam. Mereka adalah bagian dari Aksi Kamisan, gerakan damai yang menuntut penyelesaian pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Beberapa tahun lalu, saat saya kebetulan berkunjung ke Buenos Aires, Argentina, saya menemukan sesuatu yang mirip. Di Plaza de Mayo, sekelompok ibu berkerudung putih tengah berbaris memutar, membawa foto-foto anak mereka yang hilang. Gerakan ini disebut Madres de Plaza de Mayo, Kamisan ala Argentina yang telah menjadi simbol perlawanan damai di sana.

Sontak saya melihat satu benang merah yang sama antara dua peristiwa di atas, walau dua kota ini Jakarta dan Buenos Aires terpisah jauh belasan ribu kilometer.  Yuk kita telusuri lebih dalam, mulai dari suasana di Plaza de Mayo hingga persamaan dan inspirasi yang dapat kita petik dari kedua gerakan ini.

Plaza de Mayo: Hati Kota Buenos Aires

Plaza de Mayo adalah alun-alun utama Buenos Aires, dikelilingi oleh bangunan-bangunan ikonis seperti Casa Rosada (istana kepresidenan berwarna merah muda), Cabildo (gedung bersejarah dari era kolonial), dan Catedral Metropolitana yang megah. Suasana di plaza ini selalu ramai, baik oleh turis yang mengagumi arsitekturnya maupun oleh penduduk lokal yang berkumpul untuk berbagi cerita, berdiskusi, atau sekadar bersantai.

Namun, setiap Kamis siang, suasana berubah. Para Madres de Plaza de Mayo, dengan langkah pelan namun pasti, mulai berkumpul di tengah alun-alun. Mereka membawa spanduk, foto-foto anak yang hilang, dan mengenakan kerudung putih yang menjadi simbol perjuangan mereka. Kerudung itu, yang terbuat dari kain sederhana, melambangkan popok anak-anak mereka---pengingat duka mendalam atas kehilangan akibat rezim militer 1976--1983.

Suara langkah kaki mereka berpadu dengan hiruk pikuk kota Buenos Aires. Kadang terdengar orasi kecil, kadang hanya keheningan yang menyelimuti. Orang-orang di sekitar plaza, termasuk turis, berhenti sejenak, tergerak oleh perjuangan mereka yang tanpa henti selama lebih dari empat dekade.

Persamaan dengan Kamisan di Jakarta

Untuk menuju Plaza de Mayo ternyata sangat mudah, cukup naik Subte alias MRT versi Buenos Aires ke stasiun Plaza de Mayo. Konon Subte di Buenos Aires adalah sistem kereta api bawah tanah paling tua di Amerika Sleatan yang sudah ada sejak 1914. Lebih satu abad mendahului Jakarta.


Saat berdiri di Plaza de Mayo, saya langsung teringat pada Kamisan di Jakarta. Di sana, setiap Kamis sore, keluarga korban pelanggaran HAM juga berkumpul di depan Istana Merdeka, membawa payung hitam sebagai simbol duka dan keteguhan hati. Meski konteks sejarahnya berbeda, esensi perjuangannya sama: mempertanyakan keadilan yang belum terwujud dan melawan lupa.
*Madres de Plaza de Mayo memperjuangkan kebenaran atas "desaparecidos" (orang-orang yang hilang) selama rezim militer Argentina.
*Kamisan di Jakarta memperjuangkan pengakuan dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM, mulai dari Tragedi 1965 hingga penculikan aktivis 1998.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun