"Ayo kita siap-siap berangkat lagi," demikian anjuran mas Agus walau kami baru saja sejenak meluruskan kaki dan meletakkan pantat di kasur Homestay di Langar.
Walau sederhana, home stay ini terasa sangat mewah karena dilengkapi dengan kamar mandi dan toilet yang lumayan bersih dengan air yang berlimpah. Maklum selama dua malam pertama di Pamir, kami sempat tinggal di Home stay yang seadanya baik di Karakul maupun Alichur.
Tujuan kami siang menjelang sore itu adalah mampir ke Yamchun Fortress dan juga kemudian mandi air hangat di Bibi Fatimah. Menurut mas agus keduanya kebetulan saling berdekatan.
Dari Langar konvoi kendaraan kembali menyusuri jalan berdebu menuju arah Ishkasim. Tujuan pertama adalah Yamchun Fort.
Perjalanan dari Langar ke Yamchun Fort adalah salah satu pengalaman yang paling sulit dilupakan di Lembah Wakhan, Tajikistan. Rute ini menawarkan kombinasi sejarah, budaya, dan pemandangan alam.
Langar adalah sebuah desa kecil di tepi Sungai Panj, terkenal dengan petroglyph kuno (lukisan batu) di lereng bukit di dekatnya. Sayangnya kami tidak sempat mampir sebentar untuk melihat ratusan ukiran batu yang menggambarkan hewan, manusia, dan simbol spiritual yang berusia ribuan tahun.
Jalan dari Langar menuju Yamchun Fort mengikuti aliran Sungai Panj, yang juga menjadi perbatasan alami antara Tajikistan dan Afghanistan. Di sisi lain sungai, kami dapat melihat desa-desa Afghanistan yang terpencil, ladang hijau, dan pegunungan Hindu Kush yang megah.
Setelah melewati beberapa desa kecil seperti Vrang (yang terkenal dengan situs stupa Buddha kuno), perjalanan akan mulai menanjak menuju Yamchun Fort. Jalan ini sempit , berliku-liku dan berbatu, namun pemandangan lembah Wakhan di bawahsangat luar biasa memanjakan mata.
Sesekali dalam perjalanan, kami melihat warga lokal dengan pakaian tradisional melakukan kegiatan sehari-hari seperti bercocok tanam atau menggembala hewan. Petunjuk jalan dengan latar belakang warna coklat menunjukkan Yanchun Castle dan Bibi Fatimah Spring lengkap dengan jarak yang masih harus ditempuh.
Tulisan dalam aksara krl berbunyi Kalai Yanchun dan Chasmai Bibi Fatimah Zahrobdengan jarak 2 dan 4 kilometer.
Sekitar pukul 3,45 sore, kami tiba di Yamchun Fort. Ternyata benteng ini ada di kejauhan dengan jurang yang cukup dalam dari jalan berbatu yang kami lewati.
Kami turun dan mulai berfoto. Sementara Mas Agus mulai bercerita sedikit banyak mengenai sejarah benteng yang diperkirakan dibangun pada abad ketiga sebelum Masehi ini.
Konon Yamchun Fort adalah benteng kuno yang diyakini berasal dari zaman Kekaisaran Kushan (sekitar abad ke-3 SM hingga abad ke-3 M). Benteng ini digunakan untuk mengontrol perdagangan di Jalur Sutra dan melindungi wilayah dari serangan musuh.
Dengan lokasi di ketinggian sekitar 3.000 meter, benteng ini menawarkan pemandangan dramatis Lembah Wakhan dan pegunungan Hindu Kush di seberang sungai.
Menurut mas Agus, pengunjung sebenarnya dapat menjelajahi reruntuhan benteng, menara penjagaan, dan bagian dinding yang masih berdiri kokoh. Tapi karena waktu kanub singkat, cukup menikmatinya dari kejauhan sambil membayangkan bahwa kemungkinan benteng ini pun pernah dilewati oleh Xuan Zhang atau biksu Tong Sam Chong dalam perjalanan ke Barat mencari kitab suci.
"Ditemani oleh Sun Go Kong dan Zhu Pat Kai," tambah Maya sambil tersenyum manis .
Perjalanan dilanjutkan menuju pemandian air hangat Bibi Fatimah. Jalan kian mendaki dan kian sempit, ketinggian kembali melebih 3000 meter dan hembusan angin kian sejuk dingin menusuk tulang.
Rasanya sudah tidak sabar untuk berendam di air hangat yang konon mempunyai khasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit .
Sekitar pukul 4 sore kendaraan pun mendekat bangunan pemandian yang sekilas terbuat dari batu bata merah di tepi bukit. Sementara di seberang tampak jurang dan lembah yang sangat indah pemandangannya.
Ruangan pemandian terpisah antara lelaki dan perempuan dan kamu kemudian masuk dengan menuruni banyak anak tangga.
Di tempat pemandian ada dua orang yang sedang berendam. Dan ternyata ada aturan tidak tertulis bahwa kalau berendam disini diharuskan tenda busana. Air nya hangat dan menyegarkan, terbutakan setelah beberapa hari tubuh diguncang jalanan Pamir Highway yang penuh lubang dan berdebu.
Sekitar setengah jam kami berendam dan kemudian kembali ke kendaraan hari sudah menunjukkan hampir pukul 5 sore dan tiba waktunya kembali ke Langgar yang jaraknya lebih dari 30 kilometer dengan waktu tempuh sekitar satu setengah jam.
Dalam perjalanan pulang kami sempat bertemu dengan kompleks pemakaman warga lokal yang kebanyakan penganut sekte Ismaili. Salah satu kendaraan sempat mampir dan membuat banyak foto di makam tersebut.
Dalam perjalanan ini, kami juga nelihat petunjuk arah stupa Buddha kuno di Vrang yang menunjukkan jejak agama Buddha di wilayah ini. Hal ini seakan menguatkan kembali dugaan perjalanan biksu Tong di zaman dahulu.
Perjalanan dari Langar ke Yamchun Fort adalah pengalaman yang memadukan alam dan sejarah. Benteng ini tidak hanya menawarkan pemandangan menakjubkan tetapi juga memberikan wawasan tentang pentingnya Lembah Wakhan sebagai pusat budaya dan perdagangan selama berabad-abad.
Dan siapa tahu jika biksu Tong serta dua murid imajiner nya juga pernah mengembara di tempat ini.
Menjelang waktu magrib kami tiba kembali di homestay dan beristirahat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H