Di tengah hiruk-pikuk Pasar Beringharjo, Yogyakarta, terselip sebuah warung kecil yang selalu ramai dikunjungi oleh pencinta kuliner tradisional. Warung jenang Bu Darmini telah menjadi bagian dari sejarah panjang pasar ini. Beroperasi sejak puluhan tahun silam, jenang Bu Darmini tidak hanya menyajikan rasa yang otentik, tetapi juga membawa kenangan masa lalu bagi para penggemarnya. Yuk ikuti kisah saya menikmati jenang ini.
Turun dari taksi online, saya masuk melalui pintu samping sebelah selatan Pasar Beringharjo. Â Begitu masuk suasana pasar dengan hiruk pikuknya yang khas langsung menyambut. Â Ramai dan juga penuh berbagai macam barang dagangan yang dipajang menanti pembeli.
Tepat di samping pintu, belok kiri sedikit, ada gerai Jenang Legendaris Bu Darmini. Â Kami langsung duduk di dingklik atau kursi plastik warna-warni dan memesan jenang favorit ini. Â
Ada empat macam dan kita bebas memilih  salah satu jenis atau dua, tiga atau campur semuanya. Empat jenis itu adalah jenang mutiara yang bentuknya bulat kecil mirip mutiara berwarna merah, ada juga jenang sumsum yang sesuai namanya berwarna putih, lalu ada biji salak yang berwarna kuning kecoklatan dan jenang wajik yang bentuknya mirip kotak kotak kecil.
Saya memesan jenang campur yang disisihkan dalam gelas plastik dan dilengkapi santan dan gula merah.
Rasanya sangat enak dan sekaligus menghapus rindu akan pasar beringharjo dan kota Yogya yang selalu bikin kangen.
Menurut Bu Darmini, gerai ini buka setiap hari mulai sekitar pukul 9 pagi sampai habis. Â
"Biasanya sekitar jam 1 atau 2 siang sudah habis," demikian penjelasan sang penjual. Jadi kalau sobat mau mencicipi jenang yang sudah buka sejak tahun 1998 di Pasar Beringharjo, usahakan datang sebelum jam 1 siang atau lebih baik di pagi hari.
Jenang Bu Darmini dikenal dan menjadi favorit karena kualitas bahan-bahan yang digunakan, proses pembuatan yang penuh ketelatenan, serta rasa yang selalu konsisten dari masa ke masa..
Keahlian dan kesabaran Bu Darmini dalam mengolah jenang, mulai dari pemilihan bahan hingga cara memasaknya dengan api kecil, membuat setiap porsi jenang terasa istimewa.
Jenang memiliki tempat khusus dalam kebudayaan Jawa, sering disajikan dalam berbagai upacara adat, seperti kelahiran, pernikahan, hingga acara syukuran. Bu Darmini, dengan keahlian tangannya, telah membuat jenang menjadi lebih dari sekadar makanan sehari-hari, tetapi sebuah karya seni yang memiliki nilai historis.