Ini adalah hari terakhir di Makau. Setelah sempat berkunjung ke berbagai kasino baik di Taipa, tiba waktunya untuk berkunjung ke Kota Tua Makau yang sering juga di sebut dengan San Ma Lo.Â
Dari Hotel Grand Lisboa, kami naik taksi dengan tujuan Runia de Sao Paolo atau Ruins of St. Paul, ikon kota tua Makau yang sangat terkenal dan Setiap kali ke Makau, saya selalu mampir ke sini. Entah sudah berapa kali, saya sendiri sudah lupa menghitungnya.
Dari Hotel Grand Lisboa, taksi menyusuri jalan raya Avenida de Almeida Ribiero, yang merupakan jalan utama di Semenanjung Makau. Uniknya walau Bernama Avenida, jalan ini hanyalah jalan yang tidak terlalu lebar. Taksi terus bahkan kemudian berbelok kanan di jalan-jalan yang makin sempit saja.Â
Akhirnya karena tujuan tidak terlalu jauh dan kendaraan sudah macet, kami memutuskan turun dari taksi dan melanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri gang dan jalan yang hanya bisa dilewati pejalan kaki.
Berjalan kaki di jalan sempit di Kota Tua Makau, menuju ke Ruins of St. Paul, memberikan pengalaman unik yang penuh pesona. Sekilas, kita seakan-akan kembali ke zaman beberapa ratus tahun lalu, ketika Portugis masih Berjaya di sini. Waktu memang seakan-akan berhenti karena suasana sekitar yang khas Makau, tempat berpadunya budaya barat dan timur.
Jalan-jalan berbatu yang sempit dipenuhi oleh toko-toko kecil, kafe, dan penjual jajanan lokal seperti Portugis egg tart dan jerky daging yang terkenal.Â
Bangunan-bangunan kolonial Portugis berdiri berdampingan dengan elemen budaya Tiongkok, menciptakan perpaduan arsitektur yang menarik.Â
Di setiap sudut, Anda bisa merasakan atmosfer masa lalu yang masih hidup di tengah hiruk-pikuk ribuan turis dari seluruh dunia. . Langit-langit lengkung dan jalan setapak yang berliku menambah kesan misterius.