Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Disini, Kata Kamsia Lebih Bermakna Dibandingkan Xiexie

28 Juli 2024   12:32 Diperbarui: 28 Juli 2024   12:34 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cikini Gondangdia adalah nama dua stasiun KRL yang ada di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, namun nama dua stasiun ini juga mengingatkan saya akan lirik lagu lawas yang potongannya berbunyi, Cikini Gondangdia, Jadi Begini Lantaran Dia dengan berbagai versi.   Namun kali ini perjalanan ke Cikini dan Gondangdia bukan untuk menyanyikan lagu, melainkan untuk mencicipi beberapa kuliner legendaris bersama Kotekatrip, Wisata Kreative Jakarta dan juga Country Choice.

Sekitar pukul 9 pagi lewat sedikit, semua sudah siap berkumpul di halaman Gedung Joang 45 di Jalan Menteng Raya.  Saya dan Edrida Pulungan sedikit terlambat dan berjalan cepat dari Stasiun Gondangdia menuju Gedung ini.  Mbak Ira Latif langsung membuka acara yang diikuti sekitar 50 peserta ini.  Uniknya lebih 90 persen peserta adalah kamu Perempuan, sehingga Mas Rahab berkomentar bahwa dia adalah minoritas.  

Mutiah: Dokpri
Mutiah: Dokpri

Kelompok kami dipandu oleh Mbak Mutiah disebut sebagai kelompok 3 dan beranggotakan 14 peserta. Kami segera memulai perjalanan kembali menuju kawasan Stasiun Gondangdia.  Dalam perjalanan ketika menyeberang jalan Cut Mutiah, kami melewati sebuah patung atau tugu berbentuk banyak pemuda yang sedang berdiri dan melihat ke berbagai arah.  Terus terang saya sering melewati jalan ini namun jarang memperhatikan patung ini.  Ternyata nama resminya adalah Patung Persahabatan yang diresmikan pada tahun 1984. 

Patung Persahabatan: Dokpri
Patung Persahabatan: Dokpri

Perjalanan berlanjut kembali menuju Stasiun Gondangdia.  Di sini banyak sekali kuliner yang bisa dicoba. Ada soto, ada kue pancong, bakmi, dan juga berbagai restoran dan warung kaki lima.  Tapi kami melewati jalan di samping stasiun yang Bernama Jalan Srikaya.  Di deretan toko-toko ini terdapat Roti Lauw yang legendaris.  Nama roti Lauw memang sudah ada sejak lama seperti juga Roti Tan Ek Tjoan. Namun saya baru tahu bahwa asal muasal-nya ada di Jalan kecil di depan Stasiun Gondang Dia.

Roti Lauw: Dokpri
Roti Lauw: Dokpri

Di sini kami boleh mencicipi satu potong roti dengan gratis. Ada berbagai pilihan rasa baik nanas, cokelat, kelapa dan lain-lain. Kalau ingin rasa yang lain atau roti gambang yang khas, tentunya bisa membeli. Harganya pun sangat ekonomis mulai 8 ribu rupiah saja.  Sayangnya di toko ini kit tidak bertemu dengan pemiliknya melainkan seorang karyawati yang menjelaskan kalau pabrik pembuatan roti sekarang sudah dipindahkan ke kawasan Pulo Gadung.  Menurut Mbak Muthiah, roti Lau sudah ada sejak tahun 1930 dan diriikan oleh Lauw Tjoan To,   Saya kemudian mencicipi sepotong roti nanas dan lumayan untuk mengganjal perut yang memang belum diisi sejak pagi.

Pasar Gondangdia: Dokpri
Pasar Gondangdia: Dokpri

Dari Roti Lauw, jalan-jalan kuliner terus berlanjut masih di sekitar Stasiun Gondangdia.  Di depan stasiun ini ternyata terdapat sebuah pasar tradisional.  Di depan pasar ini ada sebuah prasasti yang menunjukkan bahwa pasar ini direnovasi pada saat Jokowi menjadi gubernur dan diresmikan pada Januari 2014.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun