Bagi yang sering lewat jalan MT. Haryono, tidak jauh dari Stasiun Cawang, Â tentunya sudah tidak asing lagi dengan sebuah kompleks bangunan luas dengan dominasi warna biru langit dengan hiasan sebuah pesawat Dakota di halamannya. Â Kita tentu akan mengerti bahwa bangunan ini adalah milik TNI Angkatan Udara dan bernama resmi Lakespra Saryanto, seperti tertera di pintu gerbangnya yang megah. Â Tetapi tentunya sedikit orang yang beruntung bisa masuk ke dalamnya dan mengenal lebih lanjut apa saja yang ada dan kegiatan yang dilakukan di Lakespra Saryanto ini.
Pagi itu, sekitar pukul 7.30 saya sudah tiba dekat pintu gerbang Lakespra Saryanto. Maklum perjalanan cukup lancar dengan naik LRT dan turun di stasiun Ciliwung.  Tidak lama kemudian Mbak Mutiah yang datang jauh-jauh dari Bogor pun sudah datang.  Sambil menunggu Mbak Amel dan Pak Sutiono, saya segera menghubungi Letda Riswan untuk dan kemudian diminta untuk langsung datang ke Gedung  HPO yang ada tepat di belakang pesawat Dakota.  Kami diminta untuk langsung ke lantai 2.
Di gedung ini, pada pukul 8 tepat akan diadakan Bina Kelas bagi para peserta ILA (Indoktrinasi dan Latihan Aerofisiologi) yang diikuti oleh para penerbang baik dari Angkatan Udara dan Penerbad. Â Acara bina kelas ini akan dipandu oleh Bu Letkol Dr. Erna yang sudah siap memulai dengan bersemangat. Para peserta juga tampak bersemangat mengikuti pelatihan ini.
Dalam Bina Kelas ini diperkenalkan pengaruh terbang di ketinggian pada tubuh manusia. Sebagaimana diketahui bahwa udara atau atmosfer di permukaan laut  mengandung sekitar 78 % Nitrogen, 21 % Oksigen dan 1 % zat lainnya.  Namun seiring dengan bertambahnya ketinggian atau altitude, kandungan oksigen akan semakin tipis.  Sehingga pada ketinggian lebih dari 10 ribu kaki, manusia pada umumnya akan mengalami gejala ringan hipoksia atau kekurangan oksigen.  Lalu Bagaimana pada ketinggian lebih dari 25 ribu kaki?Â
Pada Bina Kelas ini juga dipaparkan gejala-gejala hipoksia yang sifatnya bisa subyektif alias individual antara lain sesak napas, nyeri kepala, pusing, lemas, mengantuk, euforia, kesemutan, hingga mati rasa, penglihatan kabur dan juga obyektif atau umum seperti meningkatnya jumlah maupun kedalaman pernapasan, sianosis (atau membiru), meningkatnya denyut jantung, gangguan koordinasi, hingga hilangnya kesadaran.
Karena sangat penting bagi penerbang untuk dapat mengenal gejala-gejala ini dan Bagaimana cara mengatasinya. Juga diperkenalkan dengan istilah Disbarisme yang merupakan gejala akibat perubahan tekanan pada tubuh yang salah satunya diakibatkan oleh gas yang terjebak di dalam tubuh. Hal yang sering kita alami adalah sakitnya telinga ketika pesawat sedang turun atau siap mendarat.
Setelah bina kelas, para peserta turun ke lantai dasar tempat HPO atau Hypobaric and Rapid Decompression Chamber.  Ruangan ini merupakan salah satu fasilitas milik Lakespra buatan Austria yang didapat sejak 2019.  RUangan ini bentuknya mirip dengan kabin pesawat udara lengkap dengan jendela dan alat monitor berupa  instrument yang menunjukkan altitude atau ketinggian, juga tekanan udara, temperatur  serta Vertical Rate of Climb/descent yang menujukan kecepatan naik turun nya pesawat.  Tentunya semuanya berupa simulasi dengan cara kompresi atau dekompresi tekanan di dalam kabin.