Catorce, demikian ucapan ibu tadi sambil menunjuk ke pelataran parkir bus.  Saya mencari platform 14 yang ternyata masih kosong.  Setelah menunggu sekitar 3 menit, Sebuah  sebuah bus double Decker dengan warna hijau putih masuk ke platform. Di depannya ada display elektronik  bertuliskan Valparaiso.
Para penumpang langsung berbaris rapi dan masuk ke dalam bisa sambil menunjukkan tiket dengan  QR yang langsung dipindai  oleh petugas.
'Arriba,' ucap petugas ketika Mekkah nomor kursi  33 sehingga saya naik ke atas.  Ternyata penumpangnya lumayan kosong dan  hanya berisi kurang dari 20 penumpang.
Tidak sampai 5 menit kemudian bus langsung  meninggalkan terminal dan kemudian menuju ke jalan bebas hambatan. Pemandangan pinggiran kota Santiago lumayan cantik dan ada juga gedung gedung yang lumayan tinggi.Di petunjuk display elektronik ada nama pengemudi dan juga kecepatan bis yang mulai mencapai 100 km per jam. Uniknya di tengah perjalanan ada semacam halte di mana penumpang bisa naik dan turun, bahkan juga ada pedagang asongan yang naik ke dalam bus dan menjajakan makanan kecil khas Chile.
Setelah satu jam perjalanan bus mulai memasuki kawasan Valparaiso dan di kiri kanan jalan terlihat asap dan api yang masih membalut pepohonan yang sudah hangus.  Apa yang tadinya merupakan hutan yang hijau kini habis terbakar.  Bahkan di berbagai tempat kebakaran hutan  ini masih menyebabkan kemacetan lalu lintas. Â
Sesekali, melintas  mobil pemadam kebakaran yang melaju cepat di jalan bebas hambatan dengan suara sirine yang membuat suasana menjadi sedikit mencekam. Langit juga tampak sedikit mendung gelap bukan karena akan hujan tetapi karena bubungan asap yang menutupi kawasan di pinggiran kota Valparaiso.
Untungnya, ketika  mendekati pusat kota langit kembali lumayan cerah dan tanda tanda kebakaran tidak terlihat. Rupanya kota Valparaiso sendiri sama sekali tidak terdampak oleh kebakaran itu.
Untung saya tidak membatalkan kunjungan saya ke kota yang cantik ini.  Memasuki pusat kota, sangat terasa nuansa kota yang lebih spartan dibandingkan Santiago. Sebelum memasuki terminal, terlihat  pedestrian dan lapangan serta taman yang dijadikan tempat berniaga oleh pedagang kaki lima yang tampak menjamur di mana-mana.  Selain orang Chile sendiri, ternyata cukup banyak imigran dari negara tetangga seperti Venezuela yang mengalami krisis ekonomi dalam satu dekade terakhir ini.