Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menembus Garis Batas 29: Chapan, Patung Lenin dan Bangau di Chor Minor

2 November 2023   10:21 Diperbarui: 2 November 2023   10:36 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jalan-jalan di Bukhara terus berlanjut. Selesai mampir ke pemakaman Yahudi, kendaraan kembali membawa kami ke pusat kota tua Bukhara dan selanjutnya dilanjutkan dengan berjalan kaki melewati jalan-jalan kecil hingga sampai ke tujuan selanjutnya, sebuah bangunan tua yang sangat ikonik dan unik dan menjadi ciri khas Bukhara, yaitu Chor Minor.

Dari jauh, Chor Minor terlihat sangat cantik dengan empat buah menara yang dihiasi kubah warna biru langit di puncaknya. Sesuai namanya Chor Minor memang berarti Empat Menara dalam berbagai bahasa, baik Persia, Tajik, dan Urdu.  Di depannya terlihat sebuah Hauz atau bekas kolam yang kini airnya sudah kering kerontang. 

Yang menarik adalah kisah dan sejarah yang menyertai bangunan ini. Menurut informasi bangunan yang tersisa sekarang ini adalah merupakan pintu gerbang dari sebuah madrasah yang dibangun pada 1807 oleh seorang saudagar kaya bangsa Turkmen bernama Kalifah Niyazkul.  Konon beliau terinspirasi bangunan yang di Hyderabad, India, yaitu Charminar, sebuah monument yang dianggap sebagai pintu gerbang kota ini yang juga memiliki empat menara.

Toko suvenir: Agustinus Wibowo
Toko suvenir: Agustinus Wibowo

"Di dalam Chor Minor sekarang ada souvenir shop dan kita dapat menaiki menara dari sana," kata Mas Agus sambil mengajak saya untuk masuk ke dalam.  Memasuki gerbangnya yang berbentuk iwan dengan lengkungan yang cantik, saya menjumpai sebuah toko suvenir yang seperti biasa dipenuhi pernak-pernik khas Uzbekistan. Selain itu saya juga melihat buku-buku tentang Khoja Nasruddin dalam berbagai bahasa. Salah satunya dalam bahasa Spanyol yang ditawarkan seharga 150 Ribu Sum. 

Di sini kami sempat berbelanja dan kembali menggunakan Bahasa Tajik untuk mendapatkan harga yang lebih murah.  Dan dengan itu pula saya dan mas Agus diizinkan naik tangga menuju menara secara gratis.  Sebenarnya  untuk naik ke menara itu harus membayar kepada penjaga toko seperti yang saya lihat dilakukan oleh beberapa turis dari Eropa. 

Kami naik melewati tangga yang terlihat sudah sangat tua dan sampai terlihat batu bata di dalamnya.  Naik ke lantai atas ada sebuah ruangan kosong yang dulunya digunakan sebagai perpustakaan.  Dari lantai atas ini kita dapat melihat ke sekeliling. Di depan, terdapat toko yang menjual makanan dan minuman termasuk es krim. Dan di sebelahnya juga ada toko suvenir yang menjual barang-barang nostalgia peninggalan zaman Soviet. 

Toko di seberang Chor Minor: Dokpri
Toko di seberang Chor Minor: Dokpri

"Itu adalah toko favorit saya, dan saya biasanya membeli Chapan atau jubah khas Uzbek yang cantik," kata Mas Agus lagi sambil menganjurkan saya untuk mampir ke sana nanti.  Sementara kalau kita melihat ke area belakang, sudah banyak rumah- rumah penduduk. Bahkan madrasah ini sendiri sudah tidak ada dan hanya tersisa beberapa hujrah atau tempat tinggal santri di samping gerbang utama.

Kubah, Menara & Bangau: Dokpri
Kubah, Menara & Bangau: Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun