Kunjungan ke Kompleks Po I Kalyan yang terdiri dari Menara Kalyan atau Kalon dan masjid Kalon serta sekedar melihat dari depan madrasah Mir I Arab pun usai. Â Sambil sesekali memandang anak-anak usia sekolah yang berseragam taekwondo berbaris rapi dan mengikuti aba-aba yang diteriakkan oleh sang instruktur atau pelatih, rombongan kami kembali berjalan menyusuri Ulitsa Khoda Nurubobod. Â Pemandangan pertama yang kita lihat adalah sebuah bangunan tua dengan arsitektur sebuah madrasah yang sekarang pintunya tertutup rapat. Â
Di sepanjang jalan atau Ulitsa Khoja Nurubobod ini  banyak gerai di kaki lima yang menjual berbagai jenis suvenir. Sesekali juga ada pos informasi buat turis.  Kami terus berjalan dan kemudian melihat bangunan dengan kubah-kubah kecil yang ternyata merupakan bazar tertutup yang bernama Toqi Zargaron.  Di depan pintu masuknya yang berbentuk lengkungan dipajang berbagai jenis suvenir. Namun di sini yang dominan adalah pernak-pernik yang terbuat dari logam mirip kuningan atau mungkin emas?  Di dekatnya juga ada sebuah Tea House yang bernama Oriental Tea House.Â
Setelah berbelok kanan menyusuri jalan-jalan yang terbuat dari cobble stone dan khusus untuk pejalan kaki, kami memasuki sebuah jalan bernama Ulitsa Haqiqat.  Di sini terdapat Zardo'zlik Uy Muzeyi atau House Museum of Gold Embroidery.  Di dinding juga ditempel  Alamat Haqiqat 47 menunjukkan jalan nan nomer bangunan dengan tulisan warna putih berlatar hijau tua yang manis.  Di jendela tampak dipamerkan barang-barang bordiran yang terbuat dari emas dan juga berbagai jenis busana khas Uzbek yang cantik.Â
Tidak jauh dari sini, juga ada sebuah bangunan  yang berandanya memiliki banyak tiang kayu dan sangat mirip dengan Masjid Bolo Hauz. Tentu saja dalam ukuran kecil yang merupakan toko karpet. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya permadani yang dibentangkan di lantai dan dipajang di dinding toko.  Sangat cantik dan menawan pola warna dan rancangan permadani ini.  Di sebelahnya tampak kubah-kubah bazaar yang Bernama Tim Abdullah Trading Dome.
Kami terus berjalan dengan santai. Dikejauhan terdapat kubah besar dengan pintu berbentuk lengkungan. Â Di sebelah kir berderet gerai dan toko yang menjual suvenir, Sementara di sebelah kanan , ada bangunan dengan dinding bata dan pintu gapura berbentuk Iwan berderet rapi. Walau berbeda bentuk, semua bangunan memiliki warna yang mirip serupa dan senada yaitu warna krem dengan nuansa coklat muda. Â Â
Masih di Ulitsa Haqiqah ini, juga ada sebuah papan nama petunjuk ke Silk Road Tea House atau Choixona dalam bahasa Uzbek.  Asyiknya menunya ditulis dalam bahasa Rusia.  Ada   alias Turkish Coffee dengan keterangan  atau dengan Kapulaga atau kayu manis.,  Teh Bukhara dengan Safron atau Jahe serta  permen oriental dengan pistaschio dan wijen. Namun yang paling mengasyikkan adalah keterangan  yang artinya Boleh minum sepuasnya.   Wah kalau ada waktu lain kali bisa mampir ke sini.
Beberapa puluh meter  sebelum kubah besar yang Bernama Toqi Telpak furushon, Mas Agus menunjukkan sebuah hamam atau tempat mandi uap yang sudah ada sejak abad ke XV dan Bernama Bozori Kord Hamam.  Kita bisa memcobanya di lain waktu.  Di seberangnya juga ada semacam workshop untuk membuat berbagai jenis barang tempaan alias pandai besi.  Berjalan kaki di senja hari di Kota Tua Bukhara ini, kami seakan-akan kembali ke masa sekitar lima atau 6 abad yang lalu. Waktu seakan-akan berhenti di sini.
Memasuki kubah, di dalamnya kembali kami disuguhi oleh barang dagangan yang sangat cantik dan bagi yang suka berbelanja, dipastikan akan tertarik untuk membelinya.  Namun sore itu, kami memang harus berjalan agak sedikit  cepat karena harus mengejar waktu untuk makan malam sekaligus menyaksikan pertunjukan tarian, nyanyian dan fashion show.
Kami terus berjalan kali ini melewati kaki lima di Ulitsa Mekhtar Anbar dan akhirnya sampai di persimpangan dengan Ulitsa Samarkand di mana terdapat tangga untuk menuju Kolam Lyabi Hauz tempat Pohon Agus berada. Â Waktu menunjukkan hampir pukul 7 malam walau matahari masih belum tenggelam. Â Â Kami kemudian masuk ke halaman Tengah Nodir Devonbogi Madrasah yang pada malam ini disulap menjadi sebuah restoran di ruangan terbuka.
Sebelum masuk saya sempat mengagumi hiasan yang ada di gapura atau Pisthaq madrasah ini.  Terutama karena hiasannya bergambar hewan alias sepasang burung merak yang cantik sedang mengejar matahari di antara keduanya . Perpaduan warna hijau , sayap-sayap putih dan kuning emas kemerahan sang Mentari memberikan kombinasi warna yang indah. Seindah lembayung senja yang sudah merekah di Bukhara.  Ini adalah bangunan madrasah kedua di Uzbekistan yang berani  melanggar aturan atau larangan melukiskan hewan hidup yang ada dalam Islam. Â
Dan malam itu kami menikmati makan malam yang lezat sambil dihibur tarian dan nyanyian serta parade gadis-gadis Uzbek yang terkenal dengan kecantikannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H