Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Poco-Poco dan Kopi Xing Long di Kampung Bali versi Tiongkok

16 Oktober 2023   17:28 Diperbarui: 16 Oktober 2023   17:32 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malenggang patah patah
Ngana pe goyang pica pica
Ngana pe body poco poco

Cuma ngana yang pika cinta
Cuma ngana yang pika sayang
Cuma ngana suka bikin pusing

Lirik lagu poco-poco ini menggema dari panggung dengan dekor yang mirip dengan suasana di Bali. Demikian juga beberapa pesan sponsor yang berasal dari perusahaan dan BUMN terkenal di Indonesia.  Dan di atas panggung, selain penari yang memang profesional, banyak juga penonton yang ikut berjoget. 

Panggung: Dokpri
Panggung: Dokpri

Suasana ini bukan di Bali atau pun di tempat lain di tanah air, melainkan di Desa Bali yang terdapat nun jauh di Pulau Hainan di negeri Tiongkok. Yuk ikuti kisahnya.

Setelah selesai berkunjung ke Yalong Bay International Rose Valley, jalan-jalan kami di pulau Hainan berlanjut menuju ke kawasan Xing Long, Wanning, atau tepatnya Desa Bali.   Di dalam perjalanan, pemandu wisata lokal kami, Angela atau Xiao Long, di Daulat untuk menyanyi lagu berbahasa lokal Hainan yang dibawakah dengan merdu, sendu dan penuh perasaan. 

Tidak terasa, bus akhirnya tiba di pelataran parkir Desa Bali. Sebuah prasasti dengan tulisan Desa Bali dengan huruf A berbentuk miniatur Candi Bentar menyambut kami. Di dekatnya juga ada penjelasan kalau tempat wisata ini mendapat rating AAA dari otoritas pariwisata nasional Tiongkok.  Sebagaimana diketahui setiap tempat wisata di Tiongkok memiliki rating dengan tingkat paling baik adalah AAAAA atau 5 A.

Saat ini Desa Bali menjadi tujuan wisata wajib bagi turis Indonesia yang berkunjung ke Hainan. Selain itu turis mancanegara dan turis domestik Tiongkok juga banyak yang berkunjung ke sini seakan-akan ingin menikmati suasana Bali tanpa jauh-jauh terbang ke Nusantara.

Kami berjalan menuju ke pintu gerbang yang berupa Candi Bentar. Suasana serasa sangat mirip di Bali dengan jalan yang di apit oleh deretan pohon kelapa. Pulau Hainan memang merupakan pulau paling Selatan di Tiongkok dan memiliki cuaca yang paling mirip dengan cuaca di kawasan tropis.  Di sebelah gerbang terdapat sebuah patung dewi Kwanim yang sedang duduk.    

Gerbang dan Patung: Dokpri
Gerbang dan Patung: Dokpri

Memasuki kawasan Desa Bali ini, ada sebuah papan untuk belajar kata-kata dasar Bahasa Indonesia dengan judul Santai Sejenak Belajar Bersama.  Ada kata terima kasih yang bahasa mandarinnya Xie Xie lalu ada Apa Khabar untuk Ni Hao dan juga Silahkan dan Selamat Datang. Lalu di paling kana nada pedoman ucapannya.

Pelajaran bahasa: Dokpri
Pelajaran bahasa: Dokpri

Tidak jauh dari pintu gerbang juga ada sebuah taman kecil dengan air mancur dan juga sebuah patung Baring Bali dengan mata melotot dan gigi taring  yang khas. Seram tapi cantik.  Belum lagi lukisan, mural, dan pernak-pernik budaya Bali.  Menurut pemandu Pak Parjoni, semua hiasan ini dibuat langsung oleh para pengrajin yang didatangkan dari Bali.

Barong: Dokpri
Barong: Dokpri

Kami kemudian memasuki kawasan dimana terdapat display yang menunjukkan Sejarah singkat Desa Bali di Xinglong yang ternyata tidak dapat dipisahkan dari penggalan Sejarah orang TIonghoa di Indonesia dan Asia Tenggara.  Pada tahun 1950-dan 1960-an di Indonesia ada peraturan pemerintah yang dikenal dengan nama PP 10 yang melarang orang Tionghoa untuk berdagang di kota kota tingkat kecamatan. Akibatnya banyak yang memilih untuk pulang ke negeri asal mereka di Tiongkok.

PM Zhou: Dokpri
PM Zhou: Dokpri

Nah demikianlah akhirnya orang-orang Tionghoa ini kemudian ditempatkan oleh pemerintah Tiongkok di Pulau Hainan. Sebuah pulau yang kala itu kurang dimintai penduduk lokal dan dianggap tempat pembuangan.  

Seiring dengan jalannya waktu mereka yang berasal dari Indonesia banyak yang ditempatkan di Xinglong dan membentuk komunitas tersendiri yang tetap mempertahankan sebagian bahasa dan budaya yang dibawa dari Indonesia.  Jadi kalau dipikir sangat lucu dan kontradiktif sekali. Ketika di Indonesia mereka menjadi orang Tiongkok, dan ketika pulang ke Tiongkok mereka tetap dianggap sebagai orang dari Indonesia.

Yang lebih menarik lagi adalah suatu gambar berisi foto perdana menteri Zhou En Lai yang memuji lezatnya Kopi Xinglong. PM Zhou berkata bahwa dia telah mencoba berbagai jenis kopi dari segala penjuru dunia, tetapi kopi Xinglong lah yang paling nikmat.   Namun siapa sangka asal usul kopi Xinglong sendiri ternyata dibawa oleh salah seorang Tionghoa Indonesia yang pulang ke Tiongkok pada tahun 1954, yaitu Lin Yongxiang  dengan membawa 20 pound bibit kopi. Bibit ini kemudian dibudidayakan di Hainan dan kemudian menjadi kopi Xinglong yang terkenal.

Diceritakan pula juga bahwa mereka yang kembali ke Tiongkok ini tetap menjaga kebudayaan yang dibawa dari Indonesia termasuk makanan, dan seni budaya seperti lagu dan tarian. Dan tarian serta lagu dan juga makanan khas itu dapat kita nikmati di Desa Bali ini.

Menari: Dokpri
Menari: Dokpri

Kami kemudian diajak mengunjungi Panggung Taiyanghe tempat diadakan pertunjukan tarian tradisional Indonesia setiap setengah jam sekali.  Setelah kami duduk di tempat penonton tidak lama kemudian berbagai jenis tarian dari berbagai daerah pun dimainkan dan dipertunjukkan di panggung. Uniknya semua penari adalah orang Hainan asli yang belajar tarian Indonesia.  Namun kemudian para peserta juga diperbolehkan ikut menyanyi dan menari termasuk ketika lagu jenaka poco-poco dimainkan.

Kelapa gading: Dokpri
Kelapa gading: Dokpri

Suasana riang dan gembira sangat terasa. Walau berada di Pulau Hainan, kami merasa berada di tanah air.   Dan selepas itu kami jalan-jalan menikmati sudut-sudut Desa Bali ini.  Jika haus, maka kami juga dapat membeli kelapa gading dengan airnya yang sejuk.  Harganya 10 Yuan satu butir. Kelapa ini hanya dapat dinikmati airnya saja dan tidak seperti di Indonesia di mana dagingnya juga data kita nikmati.

Baju Thai: Dokpri
Baju Thai: Dokpri

Selama jalan-jalan di Desa Bali, kita sering melihat Perempuan muda dan gadis-gadis cantik yang memakai pakaian tradisional Thailand. Mereka berfoto ria di kawasan ini dan mungkin mengira bahwa pakaian yang mereka pakai adalah pakaian tradisional Bali. Rupanya di sini ada gerai yang menjual dan sekaligus menyewakan pakaian ini.  Seandainya saja pakaian adat Bali yang dijual dan disewakan, tentunya akan jauh lebih pas suasana Desa Bali.

Waktu terus berjalan, tidak terasa sudah hampir dua jam kami berada si Desa Bali. Tiba waktunya untuk kembali ke bus dan melanjutkan perjalanan menuju Haikou, kota terbesar sekaligus ibukota provinsi Hainan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun