Mendengarkan kisah Amir Tmur ini kita akan dapat menjadi lebih bijak dan mengerti bahwa sosok yang sama dalam Sejarah bisa menjadi tokoh pujaan, pahlawan, dan sekaligus tokoh yang dianggap penjahat dan dibenci. Â Bahkan hanya ada garis tipis yang membedakan antara pahlawan penghianat, penakluk dan pembebas.
"Di Uzbekistan, ada tiga patung Amir Timur, Satu di Samarkand, satu di Tashkent, dan satu lagi di Shahrizab yang merupakan kota kelahiran Amir," Daniyor menambahkan cerita dengan manis sambil menjelaskan perbedaan di antara ketiga patung tersebut. Â Yang di Shahrizab dibuat dalam posisi berdiri karena dianggap sebagai tempat kelahiran dan kebangkitan Amir, sementara patung yang di Samarkand ini dalam posisi duduk di singgasana karena di sinilah dia memerintah kerajaannya yang luas. Sementara patung yang di Tashkent, yang teretak di Amir Timur Square, dalam posisi sedang menunggang kuda. Â Patung yang di Samarkand ini juga yang ukurannya paling besar.
Kami mendekati patung dan mengagumi kemegahannya. Â Ukurannya lumayan besar sehingga tubuh-kami tampak mungil jika dibandingkan dengan patung ini. Â Amir tampak gagah dengan mahkota di kepala dan duduk di singgasana dengan pedang di sebelah kirinya. Â Siang itu kebetulan tidak ada pengunjung lain di sekitar patung. Â Selain taman dengan bunga warna-warni, juga ada air mancur kecil yang menambah manis suasana. Â Â
Kami sempat berfoto bersama di depan patung sambil mengucapkan salam kepada Amir Timur. Â Mengucapkan salam sambil minta izin untuk dalam beberapa hari ini berkelana di ibu kota kerajaannya.
Menurut Daniyor juga bahwa tempat  ini, seperti juga patung Amir Timur di Sharizab dan Tashkent  menjadi lokasi yang favorit bagi pasangan Uzbek untuk dijadikan tempat foto prewedding.   Nah bagi yang masih jomblo, siapa tahu dengan berfoto do depan patung Amir Timur ini bisa menjadi salah satu jalan untuk lebih cepat mendapatkan jodoh.? Â
Nah ketika Daniyor dan rakyat Uzbekistan sekarang membanggakan Amir Timur sebagai orang Uzbek, saya langsung teringat akan buku Garis Batas yang pernah saya baca dan komentar penulisnya, Agustinus Wibowo sendiri. Â Menurut Mas Agus, garis-garis batas antar negara Asia Tengah yang ada sekarang ini memang bukan garis batas yang mutlak. Demikianlah kita dapat dengan legowo mengerti mengapa Kazakhstan pun mengklaim Turkistan sebagai warisan peradabannya sementara Tajikistan sendiri meratapi kebesaran Samarkand dan Bukhara dengan peninggalan Ismail Somoni.Â
 Garis batas yang diciptakan di era Soviet itu terasa makin relevan ketika kita semua berada di dalam nya. Di Samarkand , di pusat kegemilangan era Amir Tmur. Sekarang, di depan patung Timur yang Agung,  kita semua seakan masih berada di bawah bayang-bayang Amir Timur serta warisan bangunan megah yang ada untuk kita nikmati  bersama.Â
Selamat Datang di Samarkand.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H