Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Babah Alun, Duta Besar dan Markas Partai Politik dalam Napas Tilas Kemerdekaan

12 Agustus 2023   11:06 Diperbarui: 17 Agustus 2023   11:30 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam rangka menyambut HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 78, Wisata Kreatif Jakarta kembali mengadakan acara Napak Tilas Kemerdekaan pada 10-12 Agustus 2023.  

Pada dua hari pertama yaitu 10 dan 11 Agustus diperuntukkan bagi siswa dan guru sedang acara pada hari terakhir yaitu 12 Agustus diperuntukkan bagi umum. Asyiknya semua acara ini diadakan secara gratis dan sudah diselenggarakan oleh Wisata Kreatif Jakarta dalam beberapa tahun terakhir ini.  Acara ini diselenggarakan  berkat dukungan  dari Disparekraf DKI Jakarta yang menyediakan suvenir menarik untuk semua peserta. 

Untuk tahun ini, acara Napak Tilas Kemerdekaan dimulai di Museum Perumusan Naskah Proklamasi yang berlokasi di Jalan Imam Bonjol di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat dan berakhir di Taman Proklamasi. Asyiknya selain mengunjungi dua tempat bersejarah ini, peserta juga diajak berjalan kaki selama sekitar 45 menit sampai satu jam dan mampir di tempat menarik serta melihat gedung yang mungkin selama ini kurang diperhatikan jika hanya lewat dalam kendaraan.

Saya sendiri mengikuti acara ini mewakili Koteka Kompasiana  pada Jumat siang, 11 Agustus yang kebetulan dihadiri sekitar 80 peserta dari berbagai sekolah di Jakarta. Kebanyakan murid SMP dan juga SD yang didampingi oleh para guru, namun ada juga beberapa mahasiswa.    Sekitar pukul 13.45, pendaftaran di halaman Museum Perumusan Naskah Proklamasi sudah dimulai dan kemudian dibagi dalam berbagai kelompok yang dipimpin oleh pemandu wisata seperti Kak Reta, Kak Irfan, dan juga Kak Rizki.  Saya kebetulan termasuk dalam kelompok 4 yang dipandu oleh Kak Reta yang mengaku bernama lengkap Yulia Mareta tanpa h.   Ia berulang kali menegaskan tanpa H karena sering kali namanya ditulis dengan Retha.  

Dokpri
Dokpri

Napak Tulis di Museum dimulai dengan memasuki ruangan pertama yaitu ruang tamu museum yang dulunya merupakan rumah kediaman Laksamana Maeda. Kemudian dilanjutkan dengan melihat ruang di mana naskah proklamasi dirumuskan serta naskah yang masih merupakan tulisan tangan termasuk coretan dan koreksinya. Yang menarik pada naskah ini adalah tahun 05 yang digunakan yang merupakan tahun Jepang 2605 untuk tahun 1945.   Di museum ini juga ada piano yang digunakan sebagai tempat Bung Karno menandatangani naskah proklamasi.

Perjalanan dilanjut melihat ruang dimana naskah ini ditik oleh Sayuti Melik dan BM Diah dan kemudian kami juga semat mampir ke ruang rapat yang besar dimana dipajang gambar tokoh-tokoh yang hadir pada saat itu serta naskah proklamasi yang sudah selesai ditik. Uniknya naskah ini seperti tampak bekas lekukan karena konon sempat dibuang oleh Bung Karno dan kemudian diambil kembali.   Kunjungan ke Museum ini dilanjutkan dengan mampir ke halaman belakang rumah yang cukup luas dimana terdapat sebuah bunker atau ruang bawah tanah yang digunakan untuk menyimpan dokumen-dokumen berharga. Beberapa orang siswa sempat turun ke bunker menggunakan tangga dan merasakan bagaimana kondisi di dalam ruangan tersebut.  Di halaman samping juga terdapat tulisan dengan nama museum dan kutipan kata-kata Bung Karno yang tersohor yaitu: Berikan aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, Berikan aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.

Dokpri
Dokpri

Setelah sempat berfoto bersama di halaman museum, maka satu persatu kelompok mulai berjalan bersama menuju ke Tugu dan Taman Proklamasi.  Suatu perjalanan sejauh sekitar 2 atau 3 kilometer yang lumayan menyenangkan karena dilakukan dengan santai sambil melihat banyak hal yang menarik. 

Pertama-tama kami menyeberang jalan menuju ke Taman Suropati. Sebuah taman yang indah dan cantik di pusat kota Jakarta. Walau sangat sering melewati taman ini, saya sendiri belum sempat mampir. Di sini banyak orang yang sedang duduk santai atau juga berolahraga, karena walaupun di siang hari suasananya tetap sejuk dan adem karena banyak pohon yang rindang.  Mbak Reta juga menjelaskan kalau di taman ini pada setiap akhir pekan sering diadakan pagelaran atau Latihan music orkestra.  Musik orkestra yang biasanya diadakan di dalam gedung, di tempat ini dapat dinikmati di alam terbuka.  Taman Suropati ini pula merupakan pertemuan tiga jalan utama di Jakarta Pusat yaitu Jalan Imam Bonjol yang dulu Bernama Nassau Boulevard, Jalan Diponegoro yang dulu Bernama Orange Bouvard an Jalan Teuku Umar yang dulu Bernama Menteng Boulevard.

Dokpri
Dokpri

Di taman ini pula kita dapat melihat dan menikmati monumen karya seniman dari berbagai negara ASEAN dengan berbagai karya yang cntik dan melambangkan perdamaian, persatuan. Keharmonisan dan juga semangat bangsa-bangsa di Asia Tenggara tersebut. Keberadaan patung-patung tersebut sekaligus menegaskan kembali posisi Jakarta sebagai ibukota ASEAN.  Yang tidak kalah enarik juga adalah keberadaan sebuah musolah disalah sudut taman. Musolah ini memiliki gaya perpaduan arsitektur Tiongkok dan Betawi dan Bernama Musolah Babah Alun.  Wah saya jadi ingat akan keberadaan banyak musolah Babah Alun di seantero ibukota.   Babah Alun merupakan nama julukan seorng pengushaa Tionghoa Muslim yang terkenal yaitu Yusuf Hamka.  

Dari Taman Suropati kami menyusuri kaki lima Jalan Diponegoro dan menyaksikan rumah dan bangunan tua dengan lahan yang maha luas. Ada ruah yang masih dipertahankan dengan model aslinya, sebagian sudah runtuh dan ditinggalkan. Ada juga yang sudah dibangun kembali dengan rumah gaya modern lengkap dengan pagar tinggi yang angkuh dan penjagaan yang lumayan ketat.  Sebagian lagi merupakan kedutaan atau tempat tinggal duta besar negara-negara sahabat.  Ada kedutaan Italia, Belanda, dan juga Belgia di sepanjang jalan ini. Sementara ada juga rumah atau mungkin kantor pejabat penting yang tampak penuh penjagaan. Bahkan ada kendaraan yang keluar dari salah satu rumah dan langsung dikawal untuk melewati jalan yang ramai di Tengah kota Jakarta. 

Dokpri
Dokpri

Selain itu, di sepanjang Jalan Diponegoro ini juga ada beberapa bangunan yang dijadikan markas partai politik. Saya sempat melihat markas besar Perindo, PDIP dan juga Partai Persatuan Pembangunan.  Mbak Reta juga sempat bercerita tentang era orde baru yang hanya ada 3 partai yaitu PPP, Golkar dan PDI serta kemelut dalam tubuh PDI yang kemudian melahirkan PDI Perjuangan serta kisah kelam pada Juli 1996 yang sempat memakan korban jiwa.  Di jalan Diponegoro 57, kami juga melewati rumah Bung Hatta yang kini masih ditempati oleh keturunannya, yaitu Keluarga Meutiah Hatta.

Tempat menarik lainnya yang sempat kami lihat adalah Jalan Surabaya.  Di sini banyak barang-barang antik yang dijual dan menjadi tempat favorit para wisatawan asing.  Mbak Retha sempat bercerita tentang Laser Disk, Piringan Hitam dan Kaset yang mungkin kurang dikenal oleh anak-anak generasi sekarang. 

Kami terus berjalan ke arah timur, melewati kolong jembatan kereta api dan sampai di kompleks Megaria di mana terdapat bioskop Metropole. Bangunan bioskop ini juga masih dipertahankan seperti aslinya dan merupakan salah satu bioskop tertua di Jakarta.  Juga dijelaskan bahwa di tempat ini ada kuliner legendaris Jakarta yang sudah ada sejak tahun 1970-an, yaitu Es Teler Sari Mulia.  Kami sempat masuk ke halaman dan kemudian berfoto bersama.

Perjalanan masih belum selesai, namun Taman Proklamasi memang sudah dekat.   Tidak sampai 5 menit kami mulai memasuki Taman Proklamasi dan disambut oleh Gedung Pola dengan arsitekturnya yang khas.   Di Taman Proklamasi ini ada beberapa tugu yang cukup penting seperti Tugu Petir dan tentu saja Tugu Proklamasi. Tugu petir ini konon didirikan di tempat Bung Karno membacakan teks Proklamasi.  Sayangnya Rumah Bung Karno sendiri sudah dirobohkan atas perintah Bung Karno sendiri.

Mbak Reta juga menjelaskan bahwa banyak perlambang yang ada pada tugu proklamasi selain patung Bung Karno dan Bung Hatta.  Tugu ini terdiri dari 17 pilar vertikal dengan 8 pilar di bagian Tengah yang konon memiliki tinggi 8 meter. Selain itu juga terdapat tonjolan horizontal yang berjumlah 45 buah.  

Dokpri
Dokpri

Acara Napak tilas kemudian diakhiri dengan berbagai kuis berhadiah coklat dan foto  bersama di Tugu Proklamasi. Para peserta sebelumnya juga semat mendengarkan kembali rekaman suara asli Bung Karno ketika membacakan Teks Proklamasii.

Sebuah perjalanan yang berkesan dan merupakan wisata jalan kaki yang penuh dengan edukasi yang menarik baik bagi murid sekolah, para guru maupun untuk umum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun