Pagi itu, jalan kaki santai saya di kota Bandung terus berlanjut dan saya sudah berada di bawah jalan layang Pasupati yang bersimpangan dengan Jalan Ir. H. Juanda atau jalan raya Dago.
Di sini saya sempat beristirahat sejenak  di kurai meja yang terbuatq.ZgCzc dari kayu. Tidak ada orang lain di sini kecuali beberapa tuna wisma yang sedang asyik tertidur di kurai kainnya. Selain itu Hany lukisan mural di tiang jembatan yang menemani saya serta kendaraan yang memutar balik di sini.
Setelah rehat sekitar delapan menit dan tenaga sudah pulih kembali, saya menyebrang jalan dan bertemu dengan sebuah monumen atau prasasti di Persija pangan jalan berwarna oranye dengan emoat garis biru dan tulisan warna putih . B D G , Bandung emerging creative city. Denikian tukisan pada prasasti itu.
Di lampu merah, cukup banyaj kendaraan roda empat dan dua yang antre dan ada sekelompok anak muda yang sedang mengamen .
Saya kemudian berjalan di trotoar jakan Juanda yang lebar dan nyaman. Di sebelah kanan deretan  bangunan tua dengan arsitekturnya yang cantik berbaris rapi, sebagian  besar  sekarang berfungsi sebagai bangunan komersial.
Ketika sedang berjalan santai ini, tiba-tiba di salah satu sudut trotoar terdapat prasasti di lantai yang berisi kata-kata mutiara.
Buya Hamka.
Wah siapa sangka di kaki lima jalan utama di kota Bandung ini saya bisa dggbelajar  kata mutiara yang penuh dengan kearifan.