Jalan-jalan atau Anjangsana Festival Kebhinekaan di Pasar Baru terus berlanjut menuju ke destinasi berikutnya, yaitu Kelenteng Sin Tek Bio.  Setelah melewati gang sempit yang ada Cakue Ko Atek dan Bakmi Aboen, kami terus berjalan  menyusuri lorong-lorong di tengah Pasar Baru.
Kami terus berjalan dan kali ini bertemu kembali dengan pintu sebuah kelenteng. Dan ternyata juga bukan Sin Tek Bio yang kami carii, melainkan Kelenteng Bernama Kwan Im Bio. Setelah sampai di pojok dan belok, kiri, baru lah akhirnya kami diba di Sin Tek Bio.Â
Sekilas kelentengnya tidak terlalu luas dan besar. Warna merah langsung mendominasi dan di halamannya yang sempit ada sebuah kimlo atau rumah tungku untuk membakar kertas pemujaan. Â Di depan pintu utama juga dijaga oleh sepasang singa yang biasa ada di gedung-gedung arsitektur Tionghoa.Â
Kalau kita melihat ke atap kelenteng, seperti biasa juga ada sepasang naga yang sedang memperebutkan mestika. Â Â Sambil menunggu untuk masuk ke dalam kelenteng, beberapa gadis yang bekerja di kelenteng datang dan membagikan gulungan berupa kalender tahun 2023. Â Ini adalah hadiah dari kelenteng buat kami semua yang berkunjung pagi itu.
"Ayo masuk lima-lima bergantian," demikian ujar Mbak Ira Latief. Â Rupanya di dalam kelenteng sedan gada upacara keagamaan sehingga kami tidak mau mengganggu dengan masuk sekaligus beramai-ramai.Â
Akhirnya tiba giliran saya bersama beberapa teman masuk ke beranda. Dan di sini, ada ratusan lilin merah yang sedang menyala dalam berbagai ukuran. Â Lilin lilin raksasa yang besar itu harganya bisa puluhan juta rupiah, demikian Mbak Ira Lief menambahkan.
Di tiang utama kelenteng yang berwarna merah ada sepasang naga hijau yang melingkar sekan menyambut kedatangan kami. Kelenteng Sin Tek Bio yang juga disebut dengan nama Vihara Dharma Jaya ini konon merupakan salah satu kelenteng tertua di Jakarta karena sudah ada sejak tahun 1698 alias sudah ada sekitar 122 tahun lebih dahulu dibandingkan dengan Pasar Baru sendiri.