Dalam beberapa waktu belakangan ini, ada sebuah permainan yang sedang viral di masyarakat Indonesia. Namanya Lato-Latto. Pada mulanya saya sendiri kurang memperhatikan nya. Namun karena nama Latto-Latto terus muncul di dunia maya, akhirnya saya pun sering melihat dan membaca seputar permainan ini.
Setelah mencari informasi dari berbagai sumber akhirnya saya ketahu bahwa asal kata Latto-latto ternyata berasal dari bahasa Makassar untuk merepresentasikan suara yang dihasilkan oleh dua benda yang saling berbenturan.
Memang permainan ini berbentuk dua buah bola yang diikat pada seutas tali atau benang yang dit engahnya ada sebuah cincin. Kemudian dua bola ini dibentur benturkan sehingga membuat suara yang khas dan bahkan bisa dibuat dengan berbagai manuver yang mengasyikkan.
Permainan ini juga membutuhkan konsentrasi dan ketrampilan mengatur Gerakan tangan serta tenaga yang dikerahkan agar bola bisa terus bermain selama mungkin tanpa mati. Â Tentu saja bagi yang belum begitu mahir sesekali bisa terjadi insiden kecil membuat kepala bisa menjadi benjol. Â Koordinasi antara mata dan tangan bisa dilatih dengan memainkan Latto-Latto ini. Dan suara yang dihasilkan dari dua bola yang saling bersentuhan membuat irama yang unik.
Namun siapa sangka permainan ini ternyata dilarang di Amerika karena dianggap tidak aman, yaitu bola bisa menjadi pecah dan melukai pemain.Â
Namun di Indonesia terjadi sebaliknya, permainan ini menjadi bertambah viral ketika akhir Desember lalu, Jokowi sempat bermain Latto- Latto atau nok-nok ini di Subang bersama Gubernur Jawa Barat, Â Ridwan Kamil.Â
Permainan ini semakin viral karena ada dan dimainkan dimana saja. Â Pagi tadi ketika naik KRL dari Bekasi ke Stasiun Sudirman, ada banyak anak-anak di dalam gerbong yang naik kereta sambil sesekali memainkan latto-latto. Demikian juga ketika saya naik MRT dari Stasiun Dukuh Atas ke Blok M. Â Bahkan di Terowongan Kendal, banyak penjual lato-latto dadakan yang menjajakan mainan itu dengan mengasongkan kepada pejalan kaki. Latto-lattonya pun tampak cantik berukuran mini dan terdiri dari berbagai warna.
Permainan ini mengingatkan saya akan masa kecil dahulu. Masih di abad ke XX. Ternyata permainan ini dulu memiliki nama yang lain. Â Ada yang menyebutnya Nok-Nok, tetapi kalau saya dan kawan-kawan dulu menyebutnya Tik Tok. Â Mungkin di tiap daerah permainan ini memiliki nama yang berbeda. Nama tik tok mungkin diambil dari bunyi yang dihasilkan ketika dua bola bertemu. Bunyi pertama adalah tik dan bunyi kedua adalah tok.
Nah siapa sangka sekarang nama Tik Tok malah berubah menjadi nama aplikasi yang juga top di seluruh dunia dan tidak ada hubungannya dengan Latto-Latto yang sekarang ini.
Kembali mengenai dilarangnya latto-latto di Amerika. Tentunya kita menghargai peraturan di suatu negara yang memiliki budaya perlindungan konsumen yang lebih baik dibandingkan di Indonesia. Â Atau perlukah dibuat spesifikasi dan tes tertentu sebelum produk latto-latto boleh dijual. Dan sesungguhnya di negeri mana permainan itu kebanyakan dibuat dan kemudian viral dan banjir melimpah di Indonesia.
Demikian sekilas mengenai latto-latto yang dulu Bernama Tik Tok.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H